Setelah tiba di Jakarta dari kunjungan meninjau korban bencana gempa di Lombok, NTB, Presiden Joko Widodo menggelar rapat terbatas untuk membahas situasi perekonomian.
Sejumlah pejabat yang ikut dalam rapat itu antara lain adalah Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Menko Perenonomian Darmin Nasution, Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, serta Menko Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan.
Usai pertemuan, menurut Sri Mulyani, pihaknya melaporkan bahwa di tengah pelemahan nilai tukar rupiah angka inflasi masih cukup baik. Begitu juga stabilitas harga pangan di dalam negeri.
Mengenai pelemahan nilai tukar, SMI mengatakan bahwa itu ada kaitannya dengan kemelut yang sedang terjadi di Argentina, selain tentu saja dipengaruhi perang dagang antara AS dan RRC, juga krisis Turki.
Untuk menghadapi rangkaian persoalan ini, pemerintah, masih menurut SMI, akan mensinergikan kordinasi dan komunikasi. Berbagai lembaga yang memiliki peran dalam menjaga stabilitas ekonomi juga akan saling berbagi informasi. Sehingga tim ekonomi, katanya lagi, bisa melakukan penyesuaian apabila memang diperlukan.
Keterangan SMI inilah yang dinilai basi dan tidak jelas.
Ekonom senior DR. Rizal Ramli menilai keterangan SMI itu hanya sekadar menarik dari sisi retorika.
“Jawaban dan penjelasan
stuntgirl sangat ‘
stunning’, tapi hanya soal mekanisme koordinasi, basi. Tidak jelas dan tidak ada isinya. Begini kok mengaku antisipatif,†kata Rizal Ramli beberapa saat lalu.
Dari penjelasan yang disampaikan SMI itu ada kesan pemerintah tidak mengikuti dari dekat persoalan yang tengah terjadi. RR mengingatkan risiko ekonomi yang sangat tinggi apabila tim ekonomi pemerintah lebih mengedepankan laporan-laporan basi.
“
Where have you been, kemenong aja?†tutup Rizal Ramli.
[dem]
BERITA TERKAIT: