Standar Lulusan Buku Dan HET Sebaiknya Dikontrol Kemendikbud

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Kamis, 02 Agustus 2018, 14:55 WIB
Standar Lulusan Buku Dan HET Sebaiknya Dikontrol Kemendikbud
Foto: Net
rmol news logo Keberadaan buku sekolah kembali disorot. Beberapa pihak melihat dari data di lapangan seperti toko buku, pemasok dan karyawan percetakan yang menjual buku langsung ke sekolah, menunjukkan kurikulum 2013 (kurtilas) belum merata.

Sekolah terpaksa melengkapi pengadaan buku pelajaran dari penerbit swasta dengan harga yang jauh lebih mahal melalui dana BOS.

Dengan adanya temuan itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan diminta turun tangan ke lapangan.

"Harusnya ada aturan bagaimana siswa membolehkan beli buku. Boleh membeli bukpel (buku pelajaran) BSE sebagai alternatif, cukup membingungkan. Karena stok lama eks buku BSE sejak 2010 sudah habis terjual," jelas Pengamat pendidikan Muhammad Syafrini Zaini dalam keterangannya, Kamis (2/8).

Ironisnya lagi, kata dia, banyak sekolah langsung ke penerbit tanpa memperhatikan kualitas buku.

"Ini kan jelas menyimpang dari UU Perbukuan pasal 64 ayat 1 yang melarang penerbit tidak boleh menjual buku langsung ke sekolah. Dampaknya korupsi semakin masif terutama di akar rumput atau sekolah pelaksana," tutur Syafrin.

Dia mencermati, dari pelaksanaan pembelian buku melalui online store, beberapa perusahaan yang pernah dilegitimasi oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) dan Kemendikbud melalui harga sesuai e-katalog sepertinya masih lebih baik. Meski ada sedikit kekurangan dibandingkan dengan penjualan buku kurtilas non online.

"Sulit mendapatkan data dari sekolah pembeli, penerima dan pembayar secara tepat pesan, tepat sasaran, tepat kirim dan tepat bayar sesuai dana yang diberikan langsung ke sekolah melalui dana BOS yang dilakukan secara non cash less oleh pihak sekolah. Nah ini pertanyaannya kenapa bisa terjadi," ujar Syafrin lagi.

Ia juga menyinggung kenaikan harga kertas pada 2018 ini yang mencapai 30 persen dari 2017 lalu. Selain itu, kurang merata pengadaan kertas khusus yang ditetapkan Kemendikbud.

"Ini tentunya menyulitkan percetakan dan suppliyer sehingga berdampak pada pengadaan buku kurtilas tahun ajaran 2018/2019, kurang dapat terlaksana tepat waktu sesuai kebutuhan sekolah. Tidak aneh, banyak percetakan menggunakan kertas seadanya dengan pemikiran asal ada buku walau kertasnya down speck," tegas Syafrin.

Saran dia, harga eceran tertinggi (HET) tetap dikendalikan oleh Kemendikbud dan LKPP. Di samping itu, pelaksanaan pengadaan dan pengiriman bisa melalui lelang resmi di tingkat pusat atau daerah agar lebih terjamin pengontrolan oleh Kemendikbud.

Ia juga meminta perusahaan peserta lelang harus sudah terlegitimasi oleh pihak LKPP dan Kemendikbud, serta ada cek fisik.

"Saya kira Kemendikbud bisa memberlakukan standar lulusan buku dan harga per halaman secara merata untuk buku penerbit swasta dengan HET perbukuan atau e-katalog. Ini penting supaya masyarakat tidak menjadi korban dari penerbit swasta yang menjual buku seenaknya," pungkasnya. [wid]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA