Sebab, di era globalisasi seperti sekarang ini, industri
fintech tak bisa dihindari.
"Segera buatkan aturan yang baik, tidak memberatkan, tapi mudah dikontrol karena transaksi ini
kan repot itemnya. Banyak juga nggak ngerti duitnya dari mana sebagainya seperti itu kurang lebih," kata anggota Komisi XI DPR, Heri Gunawan di Jakarta.
Namun demikian, Heri mengingatkan agar regulator membuat aturan yang nantinya tidak menimbulkan masalah baru. Tapi, di sisi lain juga tidak boleh menghambat perkembangan industri
fintech. Bersamaan dengan pergantian petinggi BI, Heri berharap masalah aturan ini bisa diprioritaskan.
"Terlepas Pak Agus lengser, yang pasti era teknologi ini tidak bisa kita hindari. Tentunya BI dengan adanya deputi yang baru atau gubernur yang baru pastinya akan mengajukan. Kita harapkan bukannya kita menghambat sama sekali tidak tetapi transaksi ini kan melibatkan orang banyak jangan sampai nanti jadi masalah baru."
Dalam pandangan Heri, BI ke depannya harus membuat aturan jelas mengontrol transaksi keuangan industri
fintech. Sehingga, uang yang ikut beredar di industri ini bisa dipantau. "Kalau nggak bisa mengawasi jumlah uang yang beredar malah nanti tingkat inflansinya malah lebih repot begitu."
BI sebagai regulator sangat berperan sebagai katalis di industri fintech agar
cashless society sebagaimana selalu disampaikan oleh Bapak Presiden Joko Widodo dapat segera terwujud.
Terlebih menjelang Asian Games pada bulan Agustus nanti, maka pada bulan April dan Mei adalah saat yang paling tepat bagi Pemerintah dan Bank Indonesia untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia telah memasuki era
cashless society dan siap menyelenggarakan Asian Games dengan tertib, lancar dan aman.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Asosiasi FinTech Indonesia (Aftech), Ajisatria Suleiman mengakui banyak perusahaan yang ingin terjun ke bisnis
fintech. Dengan model bisnis berbeda-beda, mereka pun ingin mengurus izin beroperasi legal di Tanah Air.
Dalam pengurusan izin, Aji mengakui ada kesulitan berbeda antara regulator. OJK misalnya, terbilang lebih mudah dibanding dengan Bank Indonesia. Selama ini, OJK katanya lebih mendahulukan perizinan dan melihat operasional perusahaan selama satu tahun berjalan. Jika dalam perjalanannya perusahaan tersebut tak baik, maka izinnya akan dicabut.
[wid]