Wakil Ketua Umum bidang Kebijakan Publik & HubunÂgan Antar Lembaga Gapmmi Rachmat Hidayat mengatakan, stok garam untuk industri sudah sangat mengkhawatirkan. Jika dibiarkan saja, akan mengancam produksi industri makanan dan minuman (mamin).
"Beberapa anggota stoknya sudah kritikal, sudah mau habis, sementara izin impor garam reÂkomendasinya belum juga turun. Saya nggak tahu persis stok tingÂgal berapa, tapi mungkin dalam hitungan minggu sudah setop," ujar Rachmat kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Dia meminta, pemerintah diÂminta segera membuat kebijakan agar produsen tidak menghentiÂkan produksi. Apalagi, sebentar lagi memasuki bulan Ramadan, di mana permintaan mamin biÂasanya meningkat tajam.
"Jika masalah ini berlarut-larut, maka perusahaan akan menguÂrangi shift kerja, semua 3 menjadi 2, kemudian jadi 1 shift. Barulah terjadi penghentian produksi jika dalam periode tersebut belum muncul stok," ujarnya.
Kondisi tersebut juga akan berdampak pada penurunan penÂjualan. Efeknya, perusahaan akan rugi karena mereka tetap harus membayar gaji dan biaya lainnya. "Negara juga terdampak karena PPN (Pajak Pertambahan Nilai) turun. Logistik juga banyak yang nganggur, distributor tak jualan, dan supplier tak ada orderan," kata Rachmat.
Menurut dia, meski komposisÂinya sedikit, peran garam sangat vital dalam industri mamin. Parahnya lagi, garam tidak bisa diganti oleh bahan lain.
Ketua Umum Gapmmi Adhi Lukman menyayangkan, izin impor garam industri belum juga keluar. Padahal kontribusi maÂmin terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sektor nonmigas mencapai 35 persen. Gappmi sudah melaporkan kejadian ini kepada Menko Perekonomian Darmin Nasution.
Dia meminta, pemerintah segera memberikan izin ekspor dalam jumlah berapapun dari kuota yang ditetapkan sebanyak 460 ribu ton. Jika tidak, konÂsekuensi terhadap pertumbuhan ekonomi akan besar.
"Indonesia akan kehilangan pasar ekspor, nilai tambah, dan kesempatan lain karena bahan baku yang sangat kecil," ujarnya.
Wakil Ketua Umum Kadin bidang Agribisnis, Pangan, dan Kehutanan, Franky Widjaja memÂinta, swasembada garam nasional bisa dipersiapkan agar masalah garam industri bisa terselesaikan. Perencanaan swasembada harus jelas investasi dan target pemenuÂhannya untuk industri.
Meski begitu, Franky mengimÂbau, saat masa transisi menuju swasembada garam, pemerintah tidak menyulitkan pelaku usaha. Produksi garam dalam negeri pasti akan diminati asalkan stanÂdar produksinya sesuai dan jumÂlah pasokannya mencukupi.
Menanggapi minimnya pasoÂkan garam industri, Dirjen PerÂdagangan Luar Negeri KemenÂterian Perdagangan (Kemendag) Oke Nurwan mengatakan, baru mengeluarkan izin impor garam industri 2,37 juta ton. Padahal, kuota impor garam industri taÂhun ini sebanyak 3,7 juta ton.
Alasan dia mengeluarkan sisanya karena belum mendapat rekomendasi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). "Yang 2,37 juta ton untuk 21 perusahaan sudah. Tinggal yang lain belum karena belum ada rekomendasi KKP," katanya.
Sebelumnya, Menko KemarÂitiman Luhut Binsar Pandjaitan memastikan, impor garam industri bakal dihentikan mulai 2021. SeÂbanyak 30 ribu hektare (ha) lahan di Nusa Tenggara Timur (NTT) akan disiapkan dalam dua tahun ke depan sebagai lahan garam. Saat ini lebih dari 5 ribu ha sudah mulai jalan.
Nantinya, lahan garam tersebut yang diharapkan daÂpat memenuhi kebutuhan garam domestik, termasuk mesin prosÂesnya. Tujuannya agar ongkos produksi lebih murah sehingga hasilnya juga bisa diekspor. SeÂlain persiapan lahan, Luhut juga tengah menyiapkan infrastruktur pendukung. Di antaranya adalah listrik dan akses transportasi jalan. ***
BERITA TERKAIT: