Namun, OOG tidak sendiri mengerjakan kilang tersebut. Perusahaan ini akan mengganÂdeng perusahaan perdagangan Cosmo Oil International Pte Ltd (COI), yang merupakan trading arm dari
Cosmo Energy Group, salah satu perusahaan pengolahan minyak ternama di Jepang.
Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia PerÂtamina, Ardhy N MokobomÂbang mengatakan, penunjukan konsorsium dilakukan dengan pertimbangan antara lain OOG mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah Oman untuk pendanaan proyek, dan penyeÂdiaan pasokan minyak mentah. Selain itu, mereka juga memiliki kemitraan strategis dengan COI dalam hal dukungan teknis dan pemasaran produk.
Proses pemilihan ini dilakÂsanakan berdasarkan skema penugasan pemerintah melalui Keputusan Menteri ESDM 7935 K/10/MEM/2016 tanggal 9 Desember 2016.
"Bahwa konsorsium nantinya di-backup Oman, demikian juga crude supply dari Oman. KeÂmudian nanti untuk
technical support marketing dari Cosmo Oil International, baik crude maupun trading arm," ujarnya di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, kemarin.
Ardhy mengatakan, nilai proyek pembangunan diperkiraÂkan mencapai 10 miliar dolar AS atau sekira Rp130 triliun. Rencananya, melalui kolaborasi ini akan dibangun kilang di BonÂtang dengan kapasitas 300 ribu barel per hari (bph). Kerja sama Pertamina dengan konsorsium akan berbentuk
Joint Venture (JV). Nantinya, Pertamina dari sisi finansial Pertamina tidak ikut mendanai proyek.
Meski demikian, Pertamina akan mendapatkan jatah saham sebesar 10% sebelum
Final Investment Decision (FID). Namun setelah FID, Pertamina akan melakukan review kemÂbali terkait dengan porsi saham untuk ditingkatkan atau tetap sebesar 10 persen.
"Kerja sama ini nanti fulÂly funded oleh konsorsium. Pertamina dalam hal ini tidak sertakan permodalan namun dapatkan minimum 10% share sebagai keikutsertaan di konsorÂsium," katanya.
Ardhy menambahkan, kerja sama ini secara normal berlangÂsung selama 30 tahun, namun bisa ditambah 20 tahun berikutÂnya. "Berdasarkan kondisi tanah lahan di Bontang milik negara. Kalau sistem sewa 30 tahun tamÂbah 20 tahun," imbuhnya.
Menurutnya, Pertamina juga berhak memasok hingga 20% dari minyak mentah GRR Bontang. Sedangkan dari sisi
product offtake, Pertamina tidak memberikan jaminan offtake serta Pertamina berseÂdia bekerja sama untuk joint marketing.
"Jadi, kalau ada excess produk dan butuh marketing ekspor, nanti konsorsium yang akan melakukan ekspor. Kalau dalam negeri ada demand PerÂtamina akan ambil sesuai porsi secara marketing
business to business konsorsium untuk dipasarkan di dalam negeri," kata Ardhy.
Setelah beroperasi Kilang Bontang nantinya akan memÂproduksi gasoline dan avtur, dengan fokus utama untuk meÂmenuhi kebutuhan dalam negeri. Untuk tahapan selanjutnya, Pertamina dan mitra terpilih akan menandatangani
Frame Work Agreement yang dilanÂjutkan dengan
Feasibility Study (FS), yang akan diselesaikan pada pertengahan 2019, dan dilanjutkan dengan penyusunan
engineering package (FEED) hingga akhir 2020. Ditargetkan kilang Bontang beroperasi pada 2025. ***
BERITA TERKAIT: