Wakil Ketua Umum Kadin bidang Kelautan dan Perikanan Yugi Prayanto mengatakan, seharusnya pembangunan yang dilakukan Susi Pudjiastuti untuk mensejahterakan rakyat IndoÂnesia. Misalnya menciptakan lapangan pekerjaan, mengenÂtaskan kemiskinan, peningkatan nilai tambah, devisa, dan pendaÂpatan negara.
"Sekarang saja sudah ada 15 perusahaan yang tumbang. TeraÂkhir, ada yang kapasitasnya tingÂgal 7 persen. Surimi sudah tutup karena tidak bisa menutup biaya produksi," ungkap Yugi saat berbincang dengan wartawan di Jakarta, kemarin.
Dia menyebut, pelarangan cantrang justru memberikan dampak negatif bagi nelayan, yang berujung pada industri penÂgolahan ikan. Karena itu, pemerÂintah harus mencarikan solusi agar masalah ini tidak semakin melebar. Penggunaan gillnet memang sudah dilakukan, hanya saja penggunaan alat tangkap ini mengurangi pendapatan hingga 40 persen.
"Cantrang mesti dicarikan solusinya dalam waktu dekat. Karena ini sudah masalah perut. Solusinya, selain kajian akadeÂmis pihak independen, pemerÂintah juga bisa kasih kemudaÂhan permodalan pengganti alat tangkap, dan zonasi wilayah," tuturnya.
Yugi menilai, polemik di tataran elit soal pelarangan cantrang dan penenggelaman kaÂpal membuat tensi iklim dunia usaha semakin tinggi. Saat ini investor di sektor perikanan wait and see, sebab bisnis ini jangka panjang.
Asosiasi Budidaya Ikan Laut Indonesia (Abilindo) Wayan Sudja mengungkapkan, dalam rapat yang dilakukan di KemenÂterian Koordinator Kemaritiman, Kepala Dinas Perikanan Jawa Barat, Jawa Tengah, dan jawa Timur telah mencatat 12 ribu kapal yang terdampak aturan pelarangan cantrang. Sedangkan satu kapal bisa mempekerjakan 12 orang.
Chief Executive Officer Dua Putra Utama Makmur, Risma Ardhi Candra mengatakan, seÂlain kendala musim, semenjak nelayan dilarang menggunakan cantrang, rata-rata pasokan ikan ke industri berkurang. Dia berÂharap nelayan bisa mendapat haknya untuk mengais rejeki di negeri sendiri.
"Nelayan curhat kenapa meÂlaut di negeri sendiri saja sulit sekali. Nelayan menginginkan pemerintah bijaksana, sekaÂdar mengisi perut saja. Dari sisi perusahaan alhamdulillah memproduksi jenis ikan, udang, belum ada masalah," katanya.
Candra menyebut semenjak Januari, ada beberapa perusaÂhaan yang terganggu suplainya. Sedangkan rencana pergantian alat tangkap, nelayan tidak punya butuh dana karena harus merogoh kocek hingga Rp 1 milÂiar. Ditambah industri perbankan juga tidak pernah mendukung nelayan.
Ketua Umum Asosiasi PenÂgusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani salah satu penyebab investor
wait and see adalah kebijakan ekonomi yang membuat pelaku usaha tidak percaya. Misalnya, kebijakan larangan penggunaan cantrang dan transhipment dengan alasan pelestarian lingkungan.
Hariyadi menilai, kebijakan tersebut, bisa berdampak sigÂnifikan pada industri pengoÂlahan ikan. Belakangan ini, industri sudah mulai kesulitan mendapat suplai bahan baku. Bahkan, sebagian ada yang gulung tikar.
Terkait dengan kisruh penolaÂkan cantrang, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti belum berkomentar. Namun, sebelumnya Susi menegaskan, pelarangan cantrang dan mengÂgantinya dengan alat tangkap yang lebih ramah lingkungan buÂkan untuk menghambat pendaÂpatan para nelayan. Aturan itu untuk menjaga keberlanjutan sumber daya perikanan.
Menurut Susi, dengan peraÂlihan cantrang ke alat tangkap lain justru membuat pendapatan nelayan meningkat. Sebab, ikan yang ditangkap adalah ikan beruÂkuran besar yang harganya jauh lebih tinggi ketimbang ikan-ikan kecil yang ditangkap menggunaÂkan cantrang. ***
BERITA TERKAIT: