Kepala BPS Kecuk Suhariyanto menyebutkan, neraca perdagangan Oktober 2017 surplus sebesar 900 juta dolar AS.
"Ekspor Oktober mencapai 15,09 miliar dolar AS, sedangkan impornya hanya 14,19 miliar dolar. Ada surplus 900 juta dolar AS," kata Kecuk di Jakarta, kemarin.
Nilai surplus tersebut, lanjut Kecuk, lebih rendah dibandingkan September yang menÂcapai 1,76 miliar dolar AS. Namun jika dilihat secara tahun kalender (
year to date), surplus mencapai 11,78 miliar dolar AS, atau lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, 7,65 miliar dolar AS.
Kecuk merinci, surplus Oktober 2017 paling besar disumbang dari kinerja industri pengolahan yakni sebesar 10,88 miliar dolar AS, atau tumbuh 12,44 persen secara tahunan (
year on year /yoy). Ekspor manufaktur secara bulanan naik 2,44 persen, atau 12,54 persen secara tahunan. Di antaranya ekspor barang organik, sepatu, logam dasar mulia, konvesksi tekstil, dan pulp.
Meski begitu, Kecuk mengungkapkan, untuk pertumbuhan ekspor paling tinggi berasal dari sumber daya alam. Antara lain, ekspor minyak dan gas naik menjadi 1,41 miliar dolar AS, atau 33,77 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Selain itu, ekspor pertambangan tercatat meningkat signifikan, mencapai 49,18 persen (yoy).
Menurutnya, kenaikan ekspor pada sektor ini disebabkan karena adanya perbaikan harga. Sepanjang Januari-Oktober, pertumbuhan ekspor dari sektor ini tercatat 36 persen.
Sementara untuk neraca impor, Kecuk mengungkapÂkan, paling besar disumbang kenaikan impor migas sebesar 13,96 persen dari bulan lalu atau menjadi senilai 2,2 miliar dolar AS. Nilai tersebut tumbuh 42,67 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Sementara sektor non miÂgas naik menjadi 11,99 miliar dolar AS atau 10,52 persen dibandingkan bulan sebelumÂnya. Peningkatan impor dari sektor non migas terbesar goÂlongan besi dan baja sebesar 182,9 juta dolar AS atau 28,68 persen. Adapun penurunan impor terbesar adalah golongan bahan bakar mineral 57,0 juta atau 52,10 persen.
Soal neraca impor, Kecuk menyoroti khusus impor baÂrang konsumsi yang mengaÂlami kenaikan 11,68 persen dibandingkan bulan sebelumÂnya, atau menjadi 1,25 miliar dolar AS. Barang konsumsi itu antara lain mentega dan jeruk mandarin.
Kecuk mengaku tidak senang dengan adanya peningkatan impor konsumsi. Sebab, peningkatan itu menunjukkan Indonesia akan mengkonsumsi produk atau barang dari negara lain, yang kemungkinan bisa diproduksi atau dipenuhi oleh dalam negeri.
"Kalau saya konsumsi impor meningkat agak enggak beÂgitu happy ya. Kalau saya lebih senang impor meningkat itu baÂrang modal, barang baku. Kalau konsumsi meningkat berarti kan kita mengkonsumsi barang dari luar. Tapi sebetulnya kalau dilihat dari share -nya, saya beÂlum terlalu khawatir. Kan masih 8,82 persen," tuturnya.
Kecuk memprediksi, hingga akhir tahun impor barang konÂsumsi akan terus meningkat di sektor makanan dan minuman. Hal itu biasanya karena pelaku usaha melakukan antisipasi keÂnaikan permintaan menyambut liburan akhir tahun. ***
BERITA TERKAIT: