Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 108 Tahun 2017 yang merupakan hasil revisi dari Permenhub No.26 Tahun 2017 tentang PenyelengÂgaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Aturan ini mulai berlaku kemarin.
Ketua Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) JaÂkarta Shafruhan Sinungan meÂminta, pengusaha taksi online mengikuti aturan yang sudah dibuat oleh pemerintah itu. ApalÂagi, aturan itu sudah mengatur semuanya, salah satunya tarif.
"Mereka harus ikuti aturan agar tidak timbul masalah lagi di lapangan dengan angkutan lainnya," ujarnya kepada
Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, konflik yang terjadi antara taksi online dan konvensional salah satunya disebabkan oleh tarif. Tarif taksi online terlalu murah karena tidak menanggung beban pajak dan biaya perawatan seperti taksi konvensional.
Nah, aturan yang dikeluarkan Kementerian Perhubungan (KeÂmenhub), dinilainya sudah tepat karena bisa menciptakan bisnis yang adil antar taksi online dan konvensional. "Jika mereka ngeyel, mereka juga pasti kena razia Kemenhub," paparnya.
Namun, Shafruhun meÂnyayangkan, dalam aturan baru tersebut pemerintah masih memÂberikan waktu toleransi tiga bulan. Padahal, aturan ini meruÂpakan penyempurnaan dari yang lama. "Seharusnya langsung saja diterapkan tidak ada toleransi," tukasnya.
Ketua Inisiatif Strategis untuk Transportasi Indonesia (Instra) Darmaningtyas menilai, aturan tersebut sudah mengakomodasi semua kepentingan. Misalnya, demi melindungi pengemudi taksi online, pemerintah diberÂlakukan kuota.
Menurut dia, langkah KeÂmenhub untuk menentukan penetapan tarif transportasi online oleh daerah sudah tepat. Sebab, pemerintah daerah lebih mengerti permasalahan yang terjadi di lapangan.
Adapun penetapan tarif batas atas dan bawah dinilai tepat dalam rangka mengurangi gap tarif antara transportasi online dan konvensional.
"Pengaturan tarif batas atas dan batas bawah juga akan menciptakan persaingan yang sehat dengan taksi konvenÂsional. Konflik horizontal bisa dikurangi," katanya.
Head of Public Policy and Government Affairs Uber InÂdonesia John Colombo mengaÂtakan, akan berdiskusi dengan Kemenhub terkait aturan baru tersebut. Salah satunya mengeÂnai poin soal tarif.
"Kami akan diskusi denÂgan pihak terkait. Kami yakin bisa menemukan solusi yang menguntungkan bagi semua. Apalagi, masing-masing daerah berbeda," ujar John di Jakarta, kemarin.
Dia mengaku mengapresiasi langkah Kemenhub merevisi aturan itu. Kemenhub dinilai cuÂkup baik memperhatikan perkemÂbangan angkutan online yang tumbuh pesat di Indonesia.
"Mereka saya rasa sangat cerdas melihat kesetaraan dalam berbagai moda transportasi. Jadi kami senang bisa bekerja sama dengan pemerintah untuk impleÂmentasinya," ujar John.
Untuk diketahui, dalam PerÂmenhub 108, pemeritah melakuÂkan sedikit revisi dari tarif yang ditetapkan. Pemberlakuan tarif dibagi dua, yakni wilayah I antara lain Sumatera, Jawa, dan Bali. Kemudian wilayah II meliÂputi Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
Dalam aturan sebelumnya, tarif yang diberlakukan untuk wilayah I untuk batas bawah Rp 3.500 per kilometer (km) dan batas atas Rp 6.000 km. SedanÂgkan untuk wilayah II tarif batas bawahnya Rp 3.700 per km dan batas atas Rp 6.500 per km.
Sedangkan untuk peraturan yang baru direvisi ini, yakni Permenhub 108, tarif baru yang berlaku untuk wilayah I dengan batas bawah Rp 3.000 per km dan batas atas Rp 6.000 km. Kemudian untuk wilayah II baÂtas bawah Rp 3.700 per km dan batas atas Rp 6.500 per km.
Sekretaris Jenderal KemenÂterian Perhubungan Sugihardjo mengatakan, tarif baru ini akan terus dievaluasi secara rutin setiap 6 bulan, untuk memperhiÂtungkan kembali tarif-tarif yang sudah ada.
"Evaluasi bisa dilakukan kaÂlau ada keadaan mendesak dan misalnya ada kenaikan biaya operasional seperti harga BBM, bisa langsung kita evaluasi," kata Sugihardjo. ***
BERITA TERKAIT: