Posisi Indonesia ini cukup baik, lebih tinggi dibandingkan negara berkembang lainnya seperti Afrika Selatan (82), India (100), Filipina (113), dan Brazil (125). Pada tahun ini, posisi Indonesia berhasil meÂlewati China yang berada pada peringkat ke-78.
Namun, posisi Indonesia masih kalah bila bandingkan 5 negara tetangga. Yakni Singapura (2), Malaysia (24), Thailand (26), Brunei Darussalam (56), dan Vietnam (68).
Dalam laporannya, Bank Dunia menaikkan peringkat EoBD karena menilai Indonesia sebagai 10 negara terbaik yang melakukan reformasi kemudaÂhan bisnis selama 15 tahun terakhir. Beberapa reformasi yang telah dilakukan untuk mencapai kenaikan peringkat tersebut, antara lain biaya memulai usaha dibuat lebih rendah dari 19,4 persen ke 10,9 persen.
Biaya mendapatkan sambungan listrik dibuat lebih muÂrah dengan mengurangi biaya sambungan dan sertifikasi kabel, yaitu 276 persen dari pendapatan per kapita turun dari sebelumnya 357 persen. Kemudian, akses perkreditan mengalami kenaiÂkan dengan hadirnya biro kredit baru. Perdagangan lintas negara semakin baik dengan adanya penagihan elektronik untuk paÂjak, bea cukai, serta pendapatan bukan pajak.
Selain itu, pendaftaran properti dibuat mudah dengan pengurangan pajak sehingga mengurangi biaya keseluruhan dari 10,8 persen menjadi 8,3 persen dari nilai properti. Hak pemegang saham minoritas juga diperkuat dengan adanya pengangkatan hak, peningkatan peran mereka dalam keputusan perusahaan besar, dan peningÂkatan transparansi perusahaan.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati bangga dengan kenaikan peringkat keÂmudahan bisnis Indonesia.
"Pencapaian ini merupakan pengakuan dunia terhadap perÂbaikan yang sedang dilakuÂkan pemerintah. Peningkatan kepercayaan pihak eksternal, termasuk investor dan lembaga pemeringkat terhadap potensi perekonomian Indonesia, menÂjadi modal penting bagi peÂmerintah untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi," kata Sri Mulyani.
Sri berjanji akan terus berupaya mendorong perkembangan iklim usaha melalui perbaikan regulasi baik di level pusat maupun daerah.
Jangan Cepat Puas Ekonom
Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengapresiasi capaian tersebut. Hal tersebut, menurutnya, dapat mendorong investasi masuk ke Indonesia.
"Pertumbuhan investasi langÂsung dapat meningkat di atas 5,7 persen tahun ini seiring kepercayaan investor global," kata Bhima kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Untuk jangka pendek, lanjutÂnya, akan memberikan pengaruh positif terhadap investasi porÂtofolio saham dan surat utang. Sedangkan investasi langsung, baru terasa pasca pemilihan kepala daerah (pilkada) dan pemilihan presiden (pilpres).
Bhima mengingatkan jajaran Kabinet Kerja untuk tidak cepat puas. Sebab, target Presiden Jokowi, Indonesia berada diÂperingkat ke 40. Selain itu, meskipun peringkat mengalami kenaikan, ada pekerjaan rumah (PR) yang penting yang harus diselesaikan.
"Dalam rilis Bank Dunia, walau peringkat Indonesia naik, tapi untuk peringkat terkait perizinannya berada di peringkat 144 dari 190," ungkap Bhima.
Selain perizinan, Bhima menyoroti masalah perbaikan perpajakan. Sebab, ranking perpajakan turun dari 104 menÂjadi 114. Level itu menunjukkan bahwa prosedur pembayaran pajak baik di pusat maupun darah masih menyulitkan pelaku usaha.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menilai, kenaikan peringkat itu menjadi tantangan berat bagi pemerintah untuk membuktikan bahwa kenaikan peringkat tersebut sejalan denÂgan fakta di lapangan.
"Bank Dunia hanya mengamÂbil sampel dari dua daerah, JaÂkarta dan Surabaya. Kedua kota ini memang sudah mengalami perbaikan. Tapi bagaimana denÂgan kota lain, terutama daerah kecil, tentu tidak bisa dipungkiri banyak investor menghadapi kendala," ujar Hariyadi. ***
BERITA TERKAIT: