Daya Beli Kelas Bawah Rontok

Catatan Bank Indonesia

Kamis, 02 November 2017, 09:48 WIB
Daya Beli Kelas Bawah Rontok
Foto/Net
rmol news logo Bank Indonesia (BI) mencatat ada penurunan daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah. Sehingga, berpengaruh besar terhadap perekonomian nasional.

"Daya beli menurun, karena sektor rumah tangga lebih hati-hati. Lebih selektif dalam konsumsi, utamanya ini terjadi untuk kelompok rumah tangga yang di bawah middle in­come hingga lower income . Jadi daya beli turunnya di situ, golongan menengah ke bawah yang melemah," kata Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo dalam sebuah seminar di Jakarta, kemarin.

Untuk kalangan atas, menurut Perry, tidak terjadi penurunan daya beli. Se­bab, tingkat pendapatannya terus meningkat. Hal terse­but tercermin dari analisis Dana Pihak Ketiga (DPK) bank yang menunjukkan kenaikan. Per September 2017, perolehan DPK per­bankan nasional tercatat Rp 4.992 triliun atau naik 11,1 persen dibandingkan periode bulan sebelumnya Rp 4.237 triliun.

Untuk DPK giro tercatat Rp 1.110 triliun tumbuh 12 persen dibandingkan periode bulan sebelumnya Rp 1.073 triliun. Kemu­dian DPK tabungan tercatat Rp 1.592 triliun tumbuh 10,1 persen dibanding­kan bulan sebelumnya Rp 1.562 triliun. Sedangkan untuk simpanan berjangka atau deposito tercatat Rp 2.290 triliun atau tumbuh 11,3 persen dibandingkan periode bulan sebelumnya.

Pertumbuhan DPK ter­jadi pada seluruh jenis sim­panan, kecuali giro berde­nominasi valas yang turun 5,5 persen. Sementara itu untuk DPK berdenominasi rupiah, terakselerasi men­jadi tumbuh 11,8 persen dari sebelumnya 9,8 persen yang terjadi pada seluruh jenis simpanan.

Industri Mamin Naik


Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kecuk Suhari­yanto melaporkan, pada kuartal III-2017, industri manufaktur besar dan se­dang tumbuh 5,51 persen.

"Pertumbuhan ini mem­buktikan tingkat kebutu­han masyarakat akan suatu produk sangat tinggi," ungkapnya.

Kecuk memaparkan, per­tumbuhan tersebut paling besar disumbang dari sektor industri makanan dan minu­man (mamin). Industri ini tumbuh sekitar 9,42 persen dengan menyumbang per­tumbuhan 28 persen.

Hal tersebut terjadi, menurut Kecuk, karena indus­tri mamin tidak mengenal musim. Bahkan di tengah rendahnya daya beli masyarakat, mereka tetap tum­buh.

Meskipun industri manu­faktur lain, Kecuk mengungkapkan, ada beberapa industri yang mengalami penurunan. Yakni, industri komputer, barang elek­tronik dan optik minus 1,78 persen, lalu industri kertas dan barang dari ker­tas minus 2,73 persen, dan industri pengolahan lainnya minus 4,88 persen.

Isu penurunan daya beli masyarakat menjadi per­hatian serius Komite Sta­bilitas Sistem Keuangan (KSSK). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku, akan mengkaji serius isu tersebut.

"Persepsi penurunan daya beli masyarakat masih terus jadi perhatian pemerintah. Pembahasan di KSSK me­lihat apakah ini persepsi atau sifatnya nyata. Kami terus melakukan penelitian mengenai sumber persepsi (penurunan) daya beli ini," kata Sri Mulyani di Jakarta, Selasa sore (31/10). ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA