Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Bidang KetenagakÂerjaan Harijanto mengatakan, angka 10 persen masih perkiraan saja. Tapi jumlahnya bisa juga lebih seiring makin banyak toko ritel yang setop beroperasi.
"Satu department store saja yang tutup berdampak pada ratusan karyawan," ujarnya di Jakarta, kemarin.
Begitu juga dengan minimarÂket yang sedang efisiensi denÂgan menggunakan otomatisasi yang secara langsung berdampak pada pengurangan tenaga kerja. Industri ritel diakuinya dalam kondisi lesu sehingga berakibat pada tutupnya berbagai gerai ritel. Ditambah tutupnya berbagai toko di Glodok dan Mangga Dua.
Namun, kata dia, semuanya tergantung dari ketahanan para pengusaha. Jika tidak mampu bertahan pada kondisi lesu ditaÂmbah harus membayar Upah Minimum Provinsi (UMP) yang cukup tinggi, ia khawatir gelomÂbang PHK akan semakin besar.
"Ini kita jangan terjebak daÂlam retorika politik, buruhnya ikut oposisi, pinginnya upah tinggi, akhirnya banyak PHK," katanya.
Ketua Umum Asosiasi PenguÂsaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey memperkirakan, sedikitnya ada 1.200 karyawan yang telah kehilangan pekerjaan menyusul ditutupnya sejumlah gerai ritel modern sejak pertengaÂhan 2017 lalu. Pemerintah harus segera mencari solusinya.
Menurut dia, pemerintah harÂus segera melakukan koordinasi dengan peritel untuk menempatÂkan mantan karyawan mereka di Balai Latihan Kerja (BLK) atau pelatihan vokasi lain yang tersedia. Hal ini untuk menekan jumlah pengangguran. "Harus ada antisipasi dari pemerintah. penutupan toko pasti berdampak pada PHK," ujarnya.
Lakukan Pendataan
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan, masih melakukan pendataan adanya PHK di sektor ritel. "Masih kita lakukan (pendataan)," ujarnya.
Menurut dia, kementeriannya belum belum menerima lapoÂran secara resmi dari Aprindo terkait PHK di sektor ritel terkait tutupnya beberapa toko. Dia mengaku akan terus menÂgantisipasi dampak penutupan ritel itu.
Untuk menekan banyak riÂtel gulung tikar, Hanif menÂyarankan, pengusaha melakukan terobosan untuk bisa bersaing di era digital. Tidak hanya oleh ritel tapi juga seluruh industri yang nasibnya sedang dihantui bisnis dengan aplikasi online.
"Sehingga, untuk menghinÂdari itu maka perlu ada skema transformasi bisnis di setiap perusahaan, di semua industri," ujarnya.
Hanif menjelaskan, penutupan gerai sebagai dampak dari turunÂnya angka penjualan tidak diÂlakukan semua peritel. Namun, beberapa dari mereka tetap ada yang melakukan PHK sebagai bentuk efisiensi.
"Mungkin ada yang tidak tutup gerainya, tetapi karena harus menyesuaikan diri, keÂmudian melakukan PHK menÂdadak secara besar-besaran," katanya. ***
BERITA TERKAIT: