OJK Klaim Stabilitas Likuiditas Sektor Keuangan Masih Aman

Penerimaan Pajak Mengkhawatirkan, Nilai Tukar Rupiah Nyungsep

Jumat, 27 Oktober 2017, 08:25 WIB
OJK Klaim Stabilitas Likuiditas Sektor Keuangan Masih Aman
Foto/Net
rmol news logo Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan stabilitas dan likuiditas di sektor keuangan masih dalam kondisi aman. Karena itu wasit perbankan pede hingga akhir tahun pertumbuhan ekonomi akan terus tumbuh positif.

Dalam Rapat Dewan Komi­sioner (RDK) OJK kemarin, pertumbuhan ekonomi global diperkirakan terus membaik yang didorong peningkatan pertumbuhan ekonomi, khususnya di Eropa dan Amerika Serikat (AS).

"Seiring dengan penguatan ekonomi AS tersebut, The Fed diekspektasikan akan menaikkan Federal Fund Rate (FFR) pada Desember 2017. The Fed juga te­lah memulai program normalisasi balance sheet-nya pada Oktober 2017," terang Plt Deputi Komi­sioner Manajemen OJK Anto Prabowo di Jakarta, kemarin.

Sementara, pertumbuhan do­mestik diekspektasikan mening­kat di semester kedua tahun ini, dengan tingkat inflasi yang tetap terjaga. Selain itu, untuk men­dorong pertumbuhan ekonomi, Bank Indonesia (BI) pun telah menurunkan suku bunga kebi­jakannya berturut-turut pada Agustus dan September 2017 hingga menjadi 4,25 persen.

Di pasar keuangan domestik, sambung Anto, baik Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan yield Surat Berharga Negara (SBN) terus melanjutkan penguatan pada September 2017.

"Kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan berada pada level yang moderat. Kredit perbankan September 2017 tumbuh negatif di 7,86 persen year on year (yoy), sementara Agustus berada di kisaran 8,26 persen (yoy). Dari sisi penghimpunan dana, kinerja penghimpunan dana LJK (lembaga jasa keuangan) cukup solid. Sedangkan dana pihak ke­tiga (DPK) perbankan per Agus­tus 2017 tumbuh sebesar 11,69 persen atau naik dari Agustus 9,60 persen," rincinya.

Ia melanjutkan, di tengah perkembangan intermediasi keuangan tersebut, risiko LJK, yaitu risiko kredit, pasar, dan likuiditas, berada pada level manageable. Risiko kredit ter­pantau menurun pada September 2017. Rasio Non-Performing Loan (NPL/kredit bermasalah) gross tercatat membaik menjadi 2,93 persen dari Agustus sebesar 3,05 persen, dan rasio Non- Performing Financing (NPF) perusahaan pembiayaan juga terus membaik menjadi 3,18 persen dari Agustus di kisaran 3,31 persen.

"Ke depan, OJK melihat proses pemulihan ekonomi global se­makin solid dan akan berdampak positif pada kinerja perekonono­mian domestik dan sektor jasa keuangan Indonesia," yakinnya.

Dan seiring tren penurunan suku bunga, imbuhnya, OJK juga melihat masih terdapat ruang bagi sektor jasa keuangan untuk lebih berkontribusi dalam memacu pertumbuhan ekonomi domestik, dengan cara mengak­selerasikan penyaluran dana.

"OJK masih terus mencermati perkembangan risiko pasar se­jalan dengan pelaksanaan nor­malisasi kebijakan moneter di AS dan Eropa," katanya.

Namun Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA) David Sumual berpendapat berbeda. Menurutnya, kinerja perekonomian Indonesia belum memuaskan dan masih rentan terhadap efek global. Selain itu, kondisi perekonomian Indonesia masih labil. Kurs rupiah terhadap dolar Amerika (AS) belakangan ini pun melemah.

"Depresiasi rupiah masih akan berlanjut hingga akhir tahun, bah­kan diprediksi bisa menembus Rp 13.700 per dolar AS," warning-nya kepada Rakyat Merdeka.

Sementara kondisi keuangan negara juga mencemaskan. Penerimaan pajak diperkirakan bakal meleset dari target, sehingga ada kekhawatiran defisit anggaran membengkak jika pemerintah tidak menghemat belanja.

David lalu menyarankan, fun­damental perekonomian harus terus diperbaiki. Yang utama, kinerja penerimaan negara harus ditingkatkan agar tidak menimbulkan defisit yang besar di APBN. "Ekspor juga harus digenjot agar tidak lagi terjadi defisit transaksi berjalan," ucapnya.

Sementara dari sisi industri, dalam pekan ini, beberapa in­dustri perbankan dan perusahaan mengklaim terjadinya peningka­tan kinerja di kuartal III-2017. Kondisi ekonomi yang kurang gairah tidak membuat bank ke­hilangan cara untuk memupuk laba besar.

PT Bank Mandiri (Persero) Tbk misalnya, mencatat kenai­kan laba sebesar 25,4 persen menjadi menjadi Rp 15,07 trili­un. Bahkan laba PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk tumbuh lebih tinggi lagi, mencapai 31,6 persen menjadi Rp 10,16 triliun. Yang tak kalah mencengangkan adalah PT Bank Rakyat Indone­sia (Persero) Tbk yang berhasil meraup laba bersih konsolidasi sebesar Rp 20,5 triliun hingga kuartal III-2017.

Jumlah tersebut hanya tumbuh satu digit sebesar 8,27 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu senilai Rp 18,97 triliun.

Pertumbuhan laba tinggi bank itu kontras dengan kondisi ekonomi nasional yang lesu. Per­tumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal III-2017 kemungkinan tak jauh beda dibandingkan dengan kuartal kedua lalu yang 5,01 persen. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA