"Jangankan mencetak laba, bayar gaji untuk pegawai pun sulit," Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman kepada redaksi, Rabu (25/10).
Bandingkan dengan sekitar delapan tahun yang lalu, ulas Yusri, posisi kinerja keuangan PTPN IV paling sehat dan menyumbang laba besar ke negara. Kinerja keuangan PTPN IV bahkan sering salip-salipan dengan PTPN III. Namun sekarangnya sudah di bawah PTPN V dan PTPN VI.
"Tetapi apa yang hendak disesalkan nasib buruk telah menimpanya tak lain adalah akibat kementerian BUMN, salah menempatkan orang di pucuk pimpinan yang tidak sesuai bidang kompentensinya," jelas Yusri.
Ia mencontohkan, penempatan Siwi Peni sebagai dirut PTPN IV yang diduga bermasalah dan melanggar ketentuan Peraturan Menteri BUMN soal tata cara pemilihan direksi dan komisaris. Selain Siwi berlatar belakang dari pegawai BNI, sebelumnya sempat diangkat sebagai direktur keuangan PTPN III. Dari hasil penelusurannya ternyata pengangkatan Siwi Peni menjadi dirut PTPN IV tidak melalui usulan yang lazim juga tanpa mekanisme
fit and proper test.
"Biasanya siapapun yang diusulkan harus diawali oleh dewan komisaris PTPN IV ke Holding Perkebunan dan diteruskan kepada Menteri BUMN melalui Deputy bidang Agro dan Farmasi agar mendapatkan persetujuan, ternyata proses itu tidak dilalui. Entah dari mana tiba tiba diduga ada tekanan kepada Kementerian BUMN agar Siwi Peni yang ditunjuk sebagai direktur utama PTPN IV," ujarnya.
Kondisi tersebut di atas, lanjut Yusri, semakin diperparah lagi karena direktur operasionalnya dijabat oleh Rediman Silalahi yang ternyata mantan Kabag Tehnik PTPN III dan tak memahami tehnik budaya tanaman. Menurutnya nyata pelanggaran yang diduga dilakukan oleh Deputi BUMN Wahyu Kuncoro merangkap wakil komisaris BNI dengan menempatkan beberapa orang BNI puncak sebagai dirut seperti, Siwi Peni di PTPN IV, Dasuki Amsir yang tidak punya prestasi apapun selama menjabat dirut di PTPN IV, tetapi bisa dikondisikan duduk sebagai direktur utama Holding Perkebunan. Hal ini terjadi juga di beberapa PTPN lainnya.
"Jadi tidak heran kita saat ini hampir di semua holding perkebunan, produksi
hampir semua tanaman turun drastis. Hal ini disebabkan pemotongan anggaran yang melanggar RKAP yang sedang gencar dikerjakan oleh Dasuki Amsirsebagai Dirut Holding, semuanya anak usaha ditergetkan mencatat laba dengan cara kurang benar yaitu memotong anggaran yang tak wajar," paparnya.
Padahal seharusnya target mencetak laba itu dengan menggenjot produksi dan memberi pupuk sesuai standar yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS). "Bukan pandai-pandaian yang tak ada alasan bisa dipertanggungjawabkan secara tehnis bidang tanaman," sambungnya.
Prinsip Panen Angkut dan Olah (PAO) jelas dinilainya telah terabaikan hampir di semua unit kebun dan menyebabkan restan Tanda Buah Segar (TBS) meningkat, juga rendemen CPO dari PKS rendah.
"Seperti contoh kecil apa yang terjadi di PKS Langkat, ratusan ton tangkos (tandan kosong ) yang tak terangkut karena persoalan ongkos angkut terlalu murah alias tak wajar dan ini hampir terjadi di semua kebun anak usaha holding," beber Yusri.
Dengan pola kebijakan direksi Holding Perkebunan seperti itu, menurutnya sudah sangat membahayakan masa depan perusahaan BUMN ini masuk jurang bangkrut. Seharusnya Menteri BUMN sebagai pembantu presiden segera bertindak mengevaluasi kinerja direksi holding dan anak usahanya agar bisa ditata ulang sebelum terlambat.
"Janganlah percaya pada laporan AIDS (asal ibu dengar senang) dari deputi BUMN bidang Agro dan Farmasi yang diduga berkongkalikong dengan direksi Holding Perkebunan," tegasnya.
Jika terus dibiarkan ia mengingatkan, Menteri BUMN Rini Soemarno akan menyaksikan sendiri produksi semua tanaman hancur di tahun 2018 dan 2019. "Bahkan yang lebih tragis lagi, hampir banyak karyawan di kantor direksi dan di kebun-kebun sudah mengguyonkan lambang BNI Kapal Berlayar dengan ejekan nampaknya kebun kita mau dibawa berlayar ke laut ini. Apa maksudnya itu?" tutupnya.
[wid]
BERITA TERKAIT: