Kementan Serukan Stop Impor Tembakau

Senin, 23 Oktober 2017, 09:37 WIB
Kementan Serukan Stop Impor Tembakau
Foto/Net
rmol news logo Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan), Bam­bang tidak mempersoalkan ren­cana kenaikan tarif cukai 10,04 persen yang disebut-sebut akan merugikan petani tembakau.

Untuk membela kepentingan petani, Bambang lebih memilih mengkritisi alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT). "Aturan terkait bagi hasil perlu disempurnakan karena tidak adil. Isinya tidak berpihak pada kesejahteraan petani," kata Bambang kepada Rakyat Merde­ka, pada akhir pekan.

Bambang mengatakan, dana bagi hasil tembakau selama ini hanya digunakan untuk lima kebutuhan. Yakni, untuk pen­ingkatan kualitas, pembinaan industri kecil dan menegah, dampak terhadap lingkungan, sosialisasi cukai, pemberantasan barang cukai ilegal.

Menurut Bambang, kelima hal tersebut tidak berkaitan lang­sung dengan kebutuhan petani tembakau. Padahal semangat menaikkan tarif cukai sejatinya untuk pemberdayaan petani.

Selain itu, lanjut Bambang, menghentikan impor tembakau. Menurutnya, jika memang in­dustri rokok masih akan terus dikembangkan, tidak melakukan impor tembakau justru lebih bermanfaat untuk petani.

Seperti diketahui, Kemen­terian Keuangan (Kemenkeu) akan menaikkan cukai rokok sebesar 10,04 persen mulai 1 Januari 2018. Rencana ini menimbulkan protes keras dari pelaku industri rokok. Karena, kenaikan tersebut dinilai akan memberatkan kinerja industri rokok. Apalagi, selama tiga tahun terakhir, produksi rokok terus menyusut dan banyak industri gulung tikar. Selain berdampak terhadap industri, kenaikan cukai juga dinilai akan memberikan dampak negatif terhadap petani tembakau.

Sementara itu, Ketua umum Asosiasi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo mengkritisi rencana pemerintah mendorong petani tembakau untuk beralih ke tanaman lain untuk mencegah kerugian akibat menurunnya permintaan rokok. Dia yakin, program itu tidak akan jalan. Karena langkah serupa pernah diambil pemer­intah Malaysia dan Portugal, namun berujung kegagalan. "Di dua negara itu, bukan hanya disuruh nanam, tapi juga dikasih kompensi. Tapi, gagal, nggak jalan," kata Budidoyo.

Dia menjelaskan, tembakau meru­pakan tanaman alternatif yang di­tanam musim hujan jelang kemarau. Tidak semua lokasi di perkebunan tembakau bisa ditanami tanaman lain. Misalnya, di pertanian tem­bakau di Rembang, Jawa Tengah. Daerah ini tandus, hanya cocok untuk tanam tembakau.

Budidoyo mengatakan, seruan untuk menanam tanaman lain kepada petani tembakau bukan baru kali ini saja terjadi. World Health Organizaton (WHO) su­dah sejak tahun 2000 menyam­paikan seruan yang sama. "Ka­lau petani mau, dari dulu sudah dilakukan. Kalau ada tanaman yang lebih menguntungkan, ng­gak usah disuruh juga udah jalan sendiri," pungkasnya.

Sebelumnya, Menteri Koor­dinator Perekonomian Darmin Nasution mengklaim kenaikan cukai rokok tahun depan sudah mempertimbangkan banyak hal. Menurutnya, kenaikan 10,04 persen terbilang kecil.

"Kenaikan cukai sudah diper­siapkan sejak lama, bukan ke­bijakan dadakan. Pemerintah juga sudah mempertimbangkan banyak hal," katanya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA