"Bisa saja (Indonesia) tidak siap secara bisnis untuk menawarkan atau Arab belum tertarik," jelas pengamat migas, Marwan Batubara, kepada
Kantor Berita Politik RMOL siang ini.
"Waktu Arab mau datang, Malaysia sudah siap dengan berbagai proyek. Yang kita siapkan, tidak jelas. Bisa saja karena itu," sambung Direktur Direktur Indonesia Resources Studies (IRESS) ini.
Meski begitu, dia menambahkan, tak perlu dibanding-bandingkan nilai investasi Arab Saudi kepada kedua negara. Karena hal ini juga masih berproses.
"Itu kan bicara soal bisnis dan prospek bisnis. Saya kira ini masih berproses. Kan ada 11 MoU. Kalau kesepakatan berlanjut, bisa saja investasi bertambah," ucapnya.
Apalagi, dia menambahkan, Pemerintah juga menawarkan proyek pengembangan kilang Dumai, Balongan, dan Bontang. "Jadi ini masih berporses, bisa saja nanti jadi lebih banyak (di banding Malaysia)," tandasnya.
Di Malaysia, Arab Saudi menanamkan investasi sebesar 7 miliar dolar AS. Bekerja sama dengan Petronas, Perusahaan minyak Arab Saudi, Saudi Aramco, akan membangun kilang minyak dan petrokimia di negara bagian selatan Malaysia, Johor.
Sementara di Indonesia, Saudi Aramco menginvestasikan 6 miliar dolar AS untuk proyek Refinery Development Master Plan (RDMP), proyek Kilang Cilacap, Jawa Tengah bekerja sama dengan PT Pertamina (Persero).
Selain itu juga, memang ada komitmen kontribusi pendanaan Arab Saudi terhadap pembiayaan proyek pembangunan dengan nilai mencapai 1 miliar dolar AS yang ditandatangani Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Direktur Saudi Fund for Development.
[zul]
BERITA TERKAIT: