"Kecepatan kereta akan diÂtentukan berdasarkan kajian nanti. Akan dilihat dari keekoÂnomian. Sebab, jika dipaksaÂkan menjadi kereta cepat tetapi secara ekonomi tidak mengunÂtungkan, maka bisa menjadi proyek gagal," ujar Budi Karya di Jakarta, kemarin.
BKS, sapaan akrab Budi Karya, mengatakan, saat ini Indonesia dan Jepang masih mencari konsultan untuk mengÂkaji proyek ini. Rencananya konsultan tersebut akan diambil dari Negeri Samurai.
Di tempat terpisah, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengusulkan agar jalur kereta Jakarta- Surabaya berjalan di atas jalan layang (flyover). "Kalau lewat flyover, kereta bisa melaju 150 km per jam," ujarnya.
JKmemprediksi, proyek tersebut akan membutuhkan sekitar 1.000 flyover. Proyek itu, kata JK, bisa mengguÂnakan teknologi
Corrugated Mortarbusa Pusjatan (CMP) sehingga bisa menghemat anggaran pembangunan hingga 30 persen.
JK menceritakan pengalaÂmannya ke Yogyakarta berÂsama keluarga saat libur TaÂhun Baru 2015 lalu untuk menggambarkan pentingnya kecepatan.
Usai dari Yogyakarta, JK bertanya kepada Kepala StaÂsiun Senen, kenapa perjalanan menghabiskan waktu delapan jam. Kepala Stasiun menjawab, pertama ada kereta VIP jadi harus dikurangi kecepatannya. Kedua, kecepatan tempuhnya hanya 75 km per jam karena banyak persimpangan. "Oleh karena itu, agar bisa ditempuh lebih cepat harus menghindari persimpangan," ujar JK.
Sekadar informasi, CMP adalah teknologi yang dikemÂbangkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan (Pusjatan) Balitbang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan (PUPR). Ini merupakan pengembangan teknologi timbunan ringan mortar busa dengan struktur baja bergelombang. Kelebihan CMP adalah masa konstruksi yang lebih cepat 50 persen, jika dibandingkan untuk konstruksi beton umumnya memakan waktu 12 bulan. Sementara CMP hanya memerlukan enam bulan. ***
BERITA TERKAIT: