Dewan Penasehat Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Johnny Andrean meminta, pemerintah untuk menindaklanjuti keluhan
retailer ini. Jika tidak, banyak retailer kecil yang tutup.
Tutupnya
retailer kecil yang umumnya dimiliki pengusaha lokal akan menambah jumlah pengangguran di Tanah Air.
"Keadaan sudah gawat, kami minta pemerintah hadir dalam persoalan ini. Cuma Indonesia negara yang tak punya aturan tenÂtang penyewaan pusat perbelanÂjaan," aku Johnny kepada
Rakyat Merdeka di Jakarta kemarin.
Johnny mengungkapkan, harga yang dipatok oleh pusat perbeÂlanjaan selama ini tidak memiliki batasan terendah dan tertinggi. Untuk harga terendah bervariasi, tapi tetap dinilai mahal oleh pelaku usaha kecil. "Tidak sedikit pemilik usaha yang justru lebih besar bayar uang sewa dari pada pendapatan," katanya.
Menurut dia, biasanya
retailer harus merogoh kocek Rp 1 juta per meter persegi (m2) setiap bulannya. Jika tempat yang disewa berukuran 100 m2, maka dana yang harus dikeluarkan sebesar Rp 100 juta per bulan. Nominal tersebut baru biaya sewa, belum biaya service charge dan yang lainnya.
"Yang kami bayar itu periode kontraknya sampai dengan 5 tahun dengan harga sewa tertÂinggi mencapai Rp 5 juta per m2. Umumnya harga tertinggi dikenai oleh para retailer lokal yang kecil," jelasnya.
Sedangkan merek-merek beÂsar justru memperoleh biaya sewa yang lebih rendah. Sebab, mereka bisa menekan pengelola pusat perbelanjaan dengan nama besar yang dimilikinya. "Nah, ini kan seperti hukum rimba, main bola saja ada wasit ini kok penyewaan pusat belanja tidak ada yang mengatur," keluhnya.
Ketua Umum DPP Hippindo Budihardjo Iduansjah berharap, pemerintah langsung membuat aturan harga penyewaan toko di pusat perbelanjaan seperti mengatur harga sembako. "PeÂmerintah bisa memproteksi harga seperti sembako. Kita ingin untuk harga sewa pusat perbelanjaan juga begitu supaya tidak sembarangan mall besar pasang harga tinggi ke retailer kecil tapi murah ke merek asÂing," kata Budihardjo.
Budi mengatakan, jika pemerÂintah cuek saja, dikhawatirkan merek lokal akan kalah bersaing dengan merek asing. Padahal, beberapa merek asing yang terkenal sebetulnya dibuat di China. "Tidak lama lagi merek asing bakal menguasai mall di Indonesia kalau pemerintah tidak peduli," ujarnya.
Saat ini, kata Budi, para reÂtailer masih tetap bisa bersaing dengan merek asing. Namun, yang menjadi lemahnya daya saing adalah sewa tempatnya yang malah di pusat perbelanÂjaan. "Mereka membayar sewa dengan biaya lebih rendah, ujungnya barang yang dijual harga murah," tuturnya.
Dewan Penasehat Hippindo Tutum Rahanta menegaskan, bukan anti asing, tapi meminta pemerintah bisa membuat peraÂturan yang adil. Dukungan peÂmerintah juga dibutuhkan untuk menghidupkan bisnis ritel lokal.
"Merek asing itu masuk langÂsung mendapatkan sewa dengan support langsung pemilik mal, kalau begini terus kapan kita bisa naik kelas di negeri sendiri kalau selalu brand luar yang menguaÂsai mal," ucapnya. ***
BERITA TERKAIT: