Namun manuver Sri Mulyani belakangan ini, terutama terkait dengan keputusannya menghentikan kemitraan dengan lembaga pemeringkat utang JP Morgan, menciptakan kesan sebaliknya dan meruntuhkan semua reputasi yang dimilikinya.
Media berpengaruh
Wall Street Journal dalam salah satu laporan pekan lalu (Kamis, 12/1) mengatakan bahwa keputusan Sri Mulyani menghentikan secara sepihak kerjasama dengan JP Morgan merupakan sebuah kesalahan dalam mengambil keputusan (
judgment).
Laporan
WSJ itu berjudul "
Indonesia Throws a Tantrum: Jakarta fires J.P. Morgan for telling the economic truth" atau "
Indonesia Lemparkan Kemarahanan: Jakarta memecat JP Morgan karena mengatakan hal yang benar".
Sri Mulyani mungkin berusaha menghilangkan keraguan pihak investor terhadap kesehatan perekonomian Indonesia. Namun keputusan menghentikan kemitraan dengan JP Morgan secara sepihak, menurut
WSJ, justru menambah ketidakpercahaan pada kondisi kesehatan perekonomian Indonesia.
WSJ menyebut keputusan Sri Mulyani itu sebagai reaksi yang berlebih (
overreaction).
Ketegangan antara Sri Mulyani dan JP Morgan berawal dari riset yang dilakukan lembaga keuangan yang bermarkas di New York itu mengenai kekuatan surat utang sejumlah negara menyusul kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS awal November 2016. Hasil riset yang diumumkan pada 13 November itu menjatuhkan nilai surat utang Indonesia sebanyak dua tingkat, dari
overweight menjadi
underweight.
Pada tanggal 17 November 2016 Sri Mulyani menerbitkan surat untuk kalangan Kementerian Keuangan mengenai penghentian kemitraan dengan JP Morgan. Surat itu ditindaklanjuti dengan rapat pada tanggal 1 Desember.
Di dalam rapat itulah Kementerian Keuangan secara resmi menghentikan segala bentuk hubungan kemitraan dengan JP Morgan mulai 1 Januari 2017.
Kemarahan Sri Mulyani pada JP Morgan awalnya tidak diketahui publik. Juga tidak ada pengumuman di situs resmi Kementerian Keuangan dan Direktorat Perbendaharaan Kementerian Keuangan.
Reaksi berlebihan Sri Mulyani baru diketahui publik setelah kopi surat dari Dirjen Perbendaharaan Kemenkeu untuk JP Morgan beredar di tengah masyarakat.
Disebutkan oleh
WSJ bahwa selama ini pemerintah kerap membantah laporan-laporan negatif mengenai kondisi keuangan atau perekonomian nasional. Di sisi lain, pemerintah juga kerap memberikan kesempatan kepada lembaga-lembaga keuangan yang memuji-muji kinerja perekonomian Indonesia.
Itu sebabnya, ujar
WSJ lagi, pihak investor memberikan diskon yang besar untuk analisa yang ditulis oleh analis-analis bank besar. Tetapi, penolakan pemerintah seperti dalam kasus JP Morgan ini malah semakin menimbulkan kesan negatif.
[dem]
BERITA TERKAIT: