Ayo, Kawal Revisi UU Penyiaran

Senin, 16 Januari 2017, 10:13 WIB
Ayo, Kawal Revisi UU Penyiaran
Foto/Net
rmol news logo Revisi UU no. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran memuncul­kan wacana untuk menghilan­gkan semua iklan dan promosi rokok di televisi.

Wacana ini didukung penuh oleh Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT). Mereka juga mengajak agar mengawal pembahasan tersebut demi memperjuangkan hak atas kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Anggota bidang hukum dan advokasi Komnas PT, Muhamad Joni, mengatakan pihaknya terus mendorong agar Indonesia memiliki regulasi yang melarang total iklan dan promosi rokok. Alasannya, rokok sebagai zat adiktif sudah terbukti merusak kesehatan bahkan mematikan.

"Selama ini di Indonesia masih dibolehkan iklan rokok secara parsial, namun kita beri apresiasi kepada Komisi I DPR pada draft RUU Penyiaran yang mengambil keputusan melarang total iklan rokok," ujarnya di Kantor Komnas PT, Jalan Sam Ratulangi, Jakarta.

Sebagai komponen masyarakat yang peduli pada kesehatan, Komnas PT terus mengawal wacana tersebut sampai men­jadi produk hukum yang sah. Menurut Joni, larangan total bagi iklan dan promosi rokok merupakan lompatan besar dalam memperjuangkan hak atas kesehatan.

Apalagi saat ini, industri rokok berupaya menyasar anak-anak dan remaja. Para produsen rokok terus berar­gumen bahwa rokok adalah produk legal sehingga legal bila diiklankan. "Alasan rokok itu legal sehingga boleh di­iklankan sudah tidak relevan, minuman keras juga legal tapi tidak boleh diiklankan sama sekali," kata Joni.

Ditekankannya, saat ini reg­ulasi pengendalian tembakau sangat timpang. Sementara iklan dan promosi rokok untuk mencari para perokok baru hanya dibatasi secara parsial. Komnas PT juga meminta Komisi I DPR untuk tidak mendengarkan industri rokok dalam merevisi UU Penyiaran, khususnya aturan larangan iklan rokok.

"Ibaratnya, bagaimana mungkin koruptor kita ajak bicara untuk membahas UU Pemberantasan Korupsi," tan­dasnya.

Ketua Harian Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLKI), Tulus Abadi menu­turkan, iklan dan promosi rokok telah melanggar UU Perlindungan Konsumen. "Produk yang tidak memenuhi standar perlindungan konsumen kok diiklankan, rokok tidak pantas diiklankan karena konsumsinya harus dibatasi," katanya.

Tulus menilai, iklan rokok merupakan iklan yang paling menyesatkan konsumen dan sangat manipulatif. "Apa yang disampaikannya dalam iklan tidak sesuai fakta, iklan rokok menyampaikan konten bahaya, efek samping, hingga dampak kesehatannya pada publik," terangnya.

Pihaknya mencatat, sejak 1973 di Amerika Serikat iklan rokok dilarang total dalam segala bentuk. Sementara di Eropa larangan seperti itu sudah ada sejak 1960an. "Saat ini Indonesia menjadi satu dari sebagian kecil negara yang membolehkan iklan rokok di televisi," imbuhnya.

Tulus juga mengingatkan agar pemerintah dan DPR waspada dengan intervensi in­dustri rokok. Dicontohkannya, produk susu formula untuk bayi 0-6 bulan dilarang total untuk beriklan. Sementara produk rokok yang lebih ber­bahaya bagi kesehatan masih dibolehkan beriklan.

"Kita harus menghentikan upaya meracuni dan merusak kesehatan seluruh masyarakat Indonesia," tandasnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA