Dijelaskan Wakil Direktur UtaÂma Pertamina Ahmad Bambang, mekanisme penetapan harga PerÂtamax series berbeda dengan Solar dan Premium yang merupakan BBM bersubsidi dan penugasan.
Penetapan harganya diatur dalam Peraturan Presiden NoÂmor 191 Tahun 2014 (Perpres 191/2014).
Dikatakan, dalam pasal 15 ayat 2 Perpres 191 Tahun 2014 diseÂbutkan, untuk Harga Indeks Pasar (HIP) BBM umum ditetapkan oleh Badan Usaha dan dilaporkan kepada Menteri ESDM.
"Artinya, Pertamina sebagai badan usaha cukup melaporkan saja harga Pertalite, Pertamax, Pertamax Plus, dan Pertamax Turbo pada Menteri ESDM," kata Bambang di Jakarta.
Meski begitu, Bambang mengklaim Pertamina tidak bisa mengambil untung setinggi langit karena Peraturan Menteri ESDM Nomor 39 Tahun 2014 membatasi margin untuk BBM umum sebesar 5-10 persen.
Bambang mengatakan, Dexlite, Pertalite, Pertamax dan Pertamax Turbo adalah BBM umum atau sama dengan BBM yang dijual di SPBU Shell, Total, dan AKR. Sehingga harganya memang fluktuatif dan bisa berubah setiap dua minggu karena mengikuti harga minyak dunia dan nilai tuÂkar rupiah terhadap dolar AS.
"Perubahan harga BBM umum adalah hal yang biasa saja. Harga BBM di SPBU Shell, Total, dan AKR pun berubah-ubah," ujarnya.
Sekretaris Ditjen Migas KemenÂterian ESDM Susyanto menjelasÂkan bahwa ada 3 kategori BBM. Pertama, BBM yang disubsidi seperti Solar dan minyak tanah.
Kedua, BBM penugasan sepÂerti Premium. Sementara ketiga, BBM umum, yaitu Pertalite, Pertamax, Pertamax Plus, PertaÂmax Turbo tidak disubsidi.
"Pertamina hanya menaikkan BBM umum, badan usaha boleh menetapkan dengan margin 5-10 persen. Pemerintah memastikan BBM non subsidi tetap terjangÂkau sekaligus tetap kompetitif, karena kita menetapkan batas harga tertinggi dan terendahÂnya," tegas Susyanto.
Pengamat Kebijakan Energi Sofyano Zakaria menilai, kenaiÂkan harga bahan bakar minyak (BBM) non subsidi seperti PerÂtamax, Turbo, Pertalite, Dex dan Dexlite yang dijual Pertamina atau badan usaha lain seperti Shell, Total dan AKR disebabÂkan naiknya harga minyak dunia sejak bulan lalu.
"Harga BBM yang naik hanya yang non subsidi. Harga BBM ini memang mengikuti harga pasar yang pada bulan lalu rata-rata berada di angka 44-47 dolar AS per barel, saat ini naik 52-55 dolar AS per barel sehingga tentu saja harga produk juga ikut naik," terang Sofyano.
Menurut Sofyano, kenaikan harga jual BBM keekonomian (non subsidi) juga terjadi di seluruh dunia. Kecuali pada negara-negara yang memang masih mensubsidi BBM-nya.
"Disamping karena naiknya harga minyak dunia, harga BBM non subsidi/keekonomian juga terpengaruh dengan kurs dolar AS," tambah Sofyano.
Sayangnya, kenaikan harga BBM non subsidi ini malah diÂmanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk menaikkan harga bahan baÂkar pokok. "Kenaikan harga BBM non subsidi seharusnya tidak berÂpengaruh terhadap harga bahan-bahan pokok. Karena harga solar dan premium yang merupakan BBM bersubsidi dan penugasan tidak naik," katanya. ***
BERITA TERKAIT: