Pasalnya, nilai kandungan konsentrat yang diekspor perusahaan milik Amerika Serikat itu tidak masuk dalam hitungan pemerintah.
Menurut perhitungan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), keuntungan yang didapat pemerintah hanya sebesar US$ 719 juta dari laba Freeport Indonesia yang mendapat laba bersih sekitar US$ 1,6 miliar.
Keuntungan yang didapat pemerintah hanya dari kandungan tembaga, emas dan perak, bukan unsur-unsur lain dalam produk sampingan adonan slime.
"Ada adonan slime, ada unsur mineral yang jarang, hanya ada di Indonesia. Itu nilainya tidak kita mengerti lagi," kata anggota Direktorat Litbang KPK, Epi Kartika, dalam diskusi di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (30/8).
Lebih lanjut Epi menjelaskan, taksiran cadangan sumber daya alam (SDA) di Papua seluruhnya mencapai 1,46 miliar ton.
Untuk hasil tambang berupa tembaga, emas, dan perak sebesar 804,2 juta ton. Sedangkan SDA terukur adalah seberat 472 juta ton. Dari jumlah itu ada 0,6 gram/ton emas yang bisa diambil.
"Ini persoalan hilirisasi yang penuh kepentingan politik ekonomi. Di satu sisi rem ekspor konsentrat tapi negara tidak diuntungkan karena smelter tidak dibiayai investor dalam negeri, tapi luar negeri," ujarnya.
"Berdasarkan
turnkey project, kita tidak dapat apa-apa di situ, lolos konsentrat dan Smelter bukan punya kita. Smelter itu
black box," ujarnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: