Ekspor Terancam Merosot, Pengusaha Kebakaran Jenggot

AS Coret Rumput Laut Dari Daftar Pangan Organik

Kamis, 11 Agustus 2016, 08:09 WIB
Ekspor Terancam Merosot, Pengusaha Kebakaran Jenggot
Foto/Net
rmol news logo Pengusaha rumput men­gaku keberatan dengan wa­cana pencoretan atau delisting rumput laut dari daftar pangan organik yang saat ini sedang dibahas pemerintah Amerika Serikat (AS). Jika rumput laut jadi dicoret akan mengancam usaha ekspor rumput laut In­donesia.

Ketua Umum Asosiasi Rum­put Laut Indonesia (ARLI) Sa­fari Azis mengatakan, wacana delisting akan berdampak luas terhadap industri rumput laut. Ia mengatakan, negara lain nantinya akan mengikuti kebi­jakan yang dikeluarkan AS.

"Ditakutkan, negara lain­nya mengikuti kebijakan yang bakal dikeluarkan oleh Ameri­ka Serikat dan menyetop impor rumput laut mentah dari Indo­nesia," ujarnya, kemarin.

Ia menambahkan, saat ini masih sekitar dua eksportir rumput laut yang menjajal pasar Amerika. Kebanyakan ekportir lainnya menyasar China, Filipina, Chile, dan negara lainnya.

Sementara, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Peri­kanan Indonesia (Gappindo) Herwindo mengatakan, tidak khawatir dengan rencana Neg­eri Paman Sam itu. Alasannya, pasar rumput laut Indonesia terbesar ke China. Sedangkan, ke AS nilainya tidak banyak.

"Presentasenya sangat sedikit. Tapi pengaruhnya tidak akan banyak," jelasnya.

Rencana pencoretan produk rumput laut Indonesia di AS dipicu oleh petisi Joanne KTobacman (Tobacman) dari University of Illinois, Chicago, pada Juni 2008. Dia men­dorong, otoritas pengawasan makanan dan obat AS (FDA) agar melarang penggunaan carrageenan yang terbuat dari rumput laut sebagai bahan tambahan makanan.

Berdasarkan penelitiannya, carrageenan dapat menyebab­kan peradangan atau inflamasi yang memicu kanker. Namun, petisi tersebut ditolak FDA pada Juni 2008. Organisasi nirlaba Cornucopia Institute dengan menggunakan petisi Tobacman kembali mendorong publik agar mendesak De­wan Standar Organik AS atau National Organic Standards Board (NOSB) agar mengelu­arkan carrageenan dari daftar bahan pangan organik.

NSOB sendiri akan me­nentukan apakah carrageenan tetap masuk atau tidak dalam daftar pangan organik pada November 2016.

Direktur Jenderal Perdagan­gan Luar Negeri Kemente­rian Perdagangan (Kemendag) Dody Edward mengatakan, rencana AS tersebut perlu di­waspadai dikarenakan perkem­bangan tersebut dapat menjadi preseden bagi negara tujuan ekspor rumput laut lainnya, seperti Uni Eropa untuk juga melakukan hal yang sama.

"Pemberlakuan delisting berpotensi menurunkan ekspor komoditas rumput laut Indo­nesia ke Amerika, yang pada 2015 mendekati angka 1 juta dolar AS," katanya.

Bahkan, kerugiannya bisa memebengkak menjadi 160,4 juta dolar AS jika semua pasar tujuan ekspor memboikot produk rumput laut mengi­kuti AS. Komoditas rumput laut merupakan komoditas utama penggerak ekonomi masyarakat laut dan pesisir di Indonesia.

Selain itu, Indonesia meru­pakan produsen utama rumput laut di dunia yang cukup ban­yak menyerap tenaga kerja di daerah pesisir dan pulau-pulau terluar. Selama ini rumput laut menjadi bahan baku car­rageenan dan agar-agar.

Saat ini, lanjutnya, kon­sumsi pangan organik di dunia menunjukkan tren peningka­tan karena didorong isu-isu kesehatan. Apabila produk rumput laut dikeluarkan dari daftar bahan pangan organik, maka hal itu akan merugikan Indonesia.

Dody menegaskan, saat ini Direktorat Pengamanan Per­dagangan Kemendag secara aktif memantau perkemban­gan rencana delisting terhadap produk rumput laut tersebut. "Kami harapkan kerja sama dari Kementerian/Lembaga terkait, asosiasi dan akademisi guna membahas langkah-langkah yang dapat membatalkan ren­cana delisting produk rumput laut tersebut," ujar Dody. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA