JK: Program Panas Bumi 7.000 Mw Belum Ambisius

Menteri ESDM Siapkan Terobosan

Kamis, 11 Agustus 2016, 08:00 WIB
JK: Program Panas Bumi 7.000 Mw Belum Ambisius
Foto/Net
rmol news logo Lebih dari 40 persen potensi panas bumi alias geothermal di seluruh dunia berada di Indonesia. Sayangnya sampai saat ini pemerintah belum maksimal memanfaatkannya. Padahal, dengan jumlah tersebut mampu memenuhi kebutuhan listrik rumah tangga dan industri nasional. Salah satu penyebabnya adalah dibutuhkan investasi yang besar.

Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Abadi Poer­nomo mengatakan, pemerintah perlu melakukan percepatan untuk memanfaatkan potensi tersebut.

"Diharapkan ada langkah dari semua pemangku kepentingan untuk memanfaatkan sumber daya yang besar ini," ujar Abadi saat ditemui di sela-sela acara Indonesia International Geother­mal Convention & Exhibition (IIGCE) di Jakarta Convention Center, Jakarta, kemarin.

Acara tersebut dihadiri Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcan­dra Tahar, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bambang Brodjone­goro, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Rida Mulyana.

Menurut dia, pemanfaatan panas bumi bisa membantu pemerintah dalam membangun program listrik 35 ribu megawatt (MW). "Panas bumi merupakan energi bersih dan terbarukan, jelas ini adalah salah satu sum­ber energi untuk mendukung pencapaian tersebut," ujarnya.

Karena itu, dia mengajak pemerintah untuk memasang target tinggi pemanfaatan panas bumi, yaitu sebesar 7.000 MW pada 2025. Rencana tersebut sudah mendapat lampu hijau dari seluruh pemangku kepent­ingan.

Hingga saat ini total kapasi­tas panas bumi baru mencapai 1.493,5 MW. Artinya masih ada kekurangan sebesar 5.500 MW yang harus didapatkan dalam kurun waktu 10 tahunan. Target tersebut memerlukan duit atau investasi yang sangat besar.

"Setidaknya diperlukan in­vestasi sekitar 5 juta dolar AS per MW," kata Abadi.

Dia mengakui, target tersebut sebagai rencana ambisius. Ala­sannya, untuk mencapai target tersebut, maka setiap tahunnya Indonesia mesti mampu me­manfaatkan panas bumi sebesar 550 MW.

Menteri ESDM Archan­dra Tahar mengatakan, akan melakukan beberapa langkah untuk mensukseskan rencana tersebut. Pertama, menugaskan pengembangan panas bumi pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Layanan Umum (BLU). "Ini ditujukan untuk membuat wilayah kerja panas bumi (WKP) dapat lebih cepat dikembangkan, dari mulai eksplorasi hingga ke pemanfaa­tannya," katanya.

Terobosan kedua menyusun harga panas bumi dengan meng­gunakan fit in tarif atau fix price. Dengan skema tersebut, harga yang diterapkan sudah baku dan tidak bisa lagi dinegosiasikan. "Skema ini dapat mengakomo­dasi PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi) 5-220 MW. Tarif ini akan dikenakan pada pengembang tanpa negosiasi harga," ujar Archandra.

Terakhir, melakukan penu­gasan survei pendahuluan dan eksplorasi pada pengembang. Dengan begitu, pengembang memiliki keistimewaan untuk mendapatkan peluang untuk memperoleh penugasan sur­vei pada pengembangan panas bumi.

Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, pro­gram 7.000 MW masih ringan. "Program kita belum ambisius," katanya.

Menurut JK-sapaan akrab­nya-- sampai detik ini tak ada negara yang memiliki sumber daya energi yang sangat lengkap seperti di Indonesia. "Indonesia begitu kaya energi harus diman­faatkan, sekarang di masyarakat listrik sudah menjadi kebutuhan yang sangat dasar lebih dari sembako," ucap Kalla.   ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA