Konglomerat Maju UMKM Mati Kutu

Tanri Abeng Usulkan Strategi Baru

Jumat, 05 Agustus 2016, 08:36 WIB
Konglomerat Maju UMKM Mati Kutu
Tanri Abeng/Net
rmol news logo Bekas Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Tanri Abeng menilai, perlu strategi baru untuk mengembangkan Usaha Mikro, Kecil dan Me­nengah (UMKM). Karena, dia melihat saat ini UMKM sulit berkembang.

Dia mengungkapkan, per­ekonomian Indonesia banyak dikendalikan oleh konglom­erasi perusahaan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan korporasi asing. Hal ini, menu­rutnya, menyulitkan UMKM bisa berkembang.

"Pertumbuhan konglom­erasi perusahaan sangat cepat berkembang dalam 15 tahun terakhir. Ini menimbulkan kesenjangan dengan entitas bisnis lain yang tidak memiliki kesempatan tumbuh secara cepat, seperti UMKM," kata Tanri di Jakarta, kemarin.

Tanri menyebutkan berkem­bang pesatnya bisnis perusa­haan rokok terbesar di tanah air sebagai contoh bentuk domi­nasi konglomerasi perusahaan di Indonesia. Menurutnya, pe­rusahaan rokok itu tidak hanya menjalani bisnis rokok, tetapi melebarkan sayap ke berbagai sektor lainnya, antara lain ke sektor keuangan, perkebunan dan properti.

"Ini sudah jadi konglomerasi privat, yang dikuasai pengusa­ha. Kenapa? Karena kebijakan di Indonesia memberikan rang­sangan atau stimulus pada per­tumbuhan konglomerasi ini," tuturnya.

Hal yang sama juga terjadi di BUMN. Tanri mengatakan, aset perusahaan pelat merah 15 tahun lalu baru sebesar 150 miliar dolar AS. Namun kini sudah menembus 600 miliar dolar AS dengan jumlah 130 perusahaan BUMN.

"Mereka mampu tumbuh karena kebijakan pemerintah memberikan ruang korporasi terus berkembang. Tetapi tidak dengan UMKM," kritiknya.

Dia mengusulkan konsep restrukturisasi UMKM dengan membentuk BUMRA (Badan Usaha Milik Rakyat).

Tanri menjelaskan, restruk­turisasi dilakukan dengan melakukan korporatisasi UM­KM. Tujuannya agar 56,5 juta UMKM terstruktur dan memi­liki akses jasa keuangan.

Dia berpendapat, BUMRA akan mempunyai struktur organisasi pengelola perusa­haan, seperti dewan komisa­ris dan direktur yang memi­liki tanggung jawab untuk mengelola bisnis tersebut. "Misalnya 1.000 petani atau berdasarkan sektor membentuk 10 korporasi. Sepuluh korpo­rasi itu membentuk BUMRA, sehingga korporasi terstruktur, tersistem, berskala, dikelola secara profesional, dan yang kerja di BUMRA harus diser­tifikasi oleh Universitas Tanri Abeng. Kalau tidak, tidak bisa kerja di situ," ungkapnya.

Tanri mengaku, sudah me­nyampaikan konsep BUM­RA kepada Presiden Jokowi. Dan, respons Presiden cukup positif.

Dia berharap, pemerintah mendukung pendirian BUM­RA agar bisa berkembang pesat. Dalam rancangannya, dia ingin mendirikan 7 ribu BUMRA. "Saya yang mence­tuskan ide BUMRA ini. Saya berharap UMKM bisa terang­kat," tekadnya.

Tanri mengungkapkan, per­contohan BUMRA sudah di­lakukan dan sedang berjalan di sektor perkebunan padi di Sukabumi, kakao di Sulawesi, dan daerah lainnya.

Dia yakin bila BUMRA berjalan baik, kinerja pereko­nomian akan melesat. Karena, BUMRA bisa mengentaskan kemiskinan, mengurangi kes­enjangan, stabilisasi harga, memperkuat rupiah, dan men­gurangi arus urbanisasi.

"Kalau BUMRA jalan, kita tidak perlu lagi impor beras, tapi ekspor beras. Dalam kurun waktu lima tahun ke depan, saya yakin ekonomi kita akan tumbuh 8 persen, dari biasanya 5 persen setiap tahun," yakin Tanri yang pernah dijuluki "Manager 1 Miliar" itu. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA