BPJS Ketenagakerjaan Kaji Tingkatkan Umur Peserta JHT di Atas 56 Tahun

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Kamis, 04 Agustus 2016, 22:25 WIB
BPJS Ketenagakerjaan Kaji Tingkatkan Umur Peserta JHT di Atas 56 Tahun
Agus Santoso/Net
rmol news logo Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mengkaji meningkatkan umur peserta pekerja Jaminan Hari Tua (JHT) yang sebelumnya dibatasi  56 tahun. Pengkajian dilakukan melibatkan perhitungan aktuaria sehingga terbuka kesempatan  pekerja masih bisa diikutkan program JHT sampai di atas 56 tahun.  

"Kita memang tengah mengkaji sesuai dengan usia produktif pekerja agar meningkatkan kepesertaan pekerja dalam program JHT di atas 56 tahun untuk diusulkan pada regulator,” kata Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Agus Susanto dalam Rapat Kerja Nasional di Jakarta, Kamis (4/8).

Sebagaimana diketahui, program Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan mensyaratkan pesertanya dibatasi sampai dengan usia 56 tahun, meninggal dunia ataupun menderita cacat tetap. Iurannya sebesar 5,7 persen dari upah dengan dana pengembangan  mencapai 8 persen bersih, jauh di atas bunga deposito bank sebesar 4 persen (gross). Sebelumnya, dalam Rakernas disebutkan pula, terdapat potensi sebanyak 15 juta pekerja yang masih mau mengikuti program JHT tapi terkendala oleh batasan usia.

Di bagian lain, Dirut BPJS Ketenagakerjaan mengungkapkan, pihaknya telah memaksimalkan internal membership equity melalui layanan pengaduan upah pada BPJSTK Mobile. Dalam layanan pengaduan itu terdapat 12.000 pengaduan dengan 7.000 terlapor perusahaan terkait dengan pengaduan PDS atau Perusahaan Daftar Sebagian pekerja, terhadap upah pekerja yang dilaporkan ataupun jumlah pekerja yang dilaporkan ataupun mengikuti program BPJS Ketenagakerajan.

"Temuan yang masuk ini akan kita tindaklanjuti lebih jauh lagi,” kata Agus Susanto.

Sementara itu, terkait upaya perluasan kepesertaan, Agus mengatakan, saat ini terdapat 120 juta angkatan kerja, dimana hampir separuh atau sekitar 52 juta pekerja berpendidikan tidak lulus Sekolah Dasar (SD) atau berpendidikan SD. "Banyak dari pekerja itu untuk makan satu kali sehari saja susah, tapi apakah mereka itu harus  ditinggalkan dalam program jaminan sosial?” imbuhnya.

Dalam kaitan untuk memperluas kepesertaan jaminan sosial ketenagakerjaan, BPJS Ketenagakerjaan tengah mengkaji untuk memperluas kepesertaan berbasiskan kepedulian dan kedermawanan sesuai dengan filosofi gotong royong. Langkah itu dilakukan untuk mengisi kekosongan perlindungan negara terhadap kelompok masyarakat rentan tersebut.

"Nantinya  mereka yang lebih mampu untuk membayari iuran para pekerja yang paling rentan,” terangnya.
 
Sementara itu, Direktur Perluasan Kepesertaan dan Hubungan Antarlembaga BPJS Ketenagakerjaan Illyas Lubis mengungkapkan, untuk meluaskan kepesertaan, pihaknya terus mengintensifkan kerjasama dengan instansi pemerintah melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) bekerjasama dengan Pemda Provinsi maupun Kabupaten. Saat ini, sudah ada 105 PTSP yang mensyaratkan kewajiban menyertakan pekerjanya dalam program BPJS Ketenagakerjaan.

Selain itu, lanjut Illyas,  dalam kerjasama dengan kalangan perbankan, bukan lagi hanya dilihat penempatan funding di bank bersangkutan, tapi mensyaratkan, perbankan untuk memperhatikan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan dalam menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) atau pun ketika mengucurkan kredit korporasi.

"Kita juga terus mengadakan kerjasama dengan instansi pemerintahan lain, karena BPJS Ketenagakerjaan diberikan kewenangan  megusulkan sanksi administratif bagi perusahaan yang tidak patuh untuk dihentikan diberikan layanan publik seperti tidak mendapatkan layanan paspor ataupun layanan lainnya,” pungkasnya. [sam]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA