Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Agar Tak Merugikan Indonesia, Kerja Sama Dengan Asing Harus Egaliter

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/zulhidayat-siregar-1'>ZULHIDAYAT SIREGAR</a>
LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR
  • Jumat, 13 Mei 2016, 09:48 WIB
Agar Tak Merugikan Indonesia, Kerja Sama Dengan Asing Harus Egaliter
Hendrik Kawilarang
rmol news logo Pemerintah harus memposisikan Indonesia setara dengan negara lain kalau membuat jalinan kerja sama. Agar jangan sampai Indonesia merugi. Apalagi, kerjasama dengan dengan sebuah negara yang jelas juga punya kepentingan terhadap sumberdaya alam di Indonesia, harus bersifat egaliter.

Peringatan tersebut disampaikan Ketua Bidang Industri dan Perdagangan DPP Partai Perindo, Hendrik Kawilarang Luntungan, pagi ini (Jumat, 13/5) terkait kerja sama industri dan investasi baja antara Indonesia dan Jepang.

"Kita bukan semata-mata menolak investasi asing. Secara sadar Indonesia masih membutuhkan modal dari luar negeri. Namun begitu, kita juga harus jeli memahami isi dari kesepakatan itu. Sudah terlalu lama kita (Indonesia) hanya dijadikan pasar dari komoditas yang bahan bakunya berasal dari negeri sendiri," tegasnya.

Sebelumnya diberitakan kerja sama industri dan investasi baja antara Indonesia dan Jepang terus diperkuat, salah satunya lewat Forum Indonesia-Japan Steel Dialog (IJSD) ke-6 tahun 2016 di Tokyo, Jepang. IJSD merupakan Forum Konsultasi industri baja antara IISIA (Asosiasi Industri Baja Indonesia) yang didampingi Kementerian Perindustrian dan JISF (Asosiasi Industri Baja Jepang) yang didampingi METI (Kementerian Ekonomi, Perdagangan dan Industri Jepang).

"Kita terus dorong industri baja untuk memperlebar produksidan investasi sehingga menopang industri lain seperti otomotif, permesinan dan elektronika, selain baja untuk konstruksi," ujar Menteri Perindustrian Saleh Husin terkait forum tersebut.

Lebih jauh Hendrik juga mempertanyakan komitment pemerintah Jepang dalam bentuk transformasi teknologi industri otomotif. Dia mempersoalkan kenapa sampai hari ini Indonesia hanya dijadikan pabrik perakitan, padahal daya beli masyarakat Indonesia terhadap komoditas otomotif produk Jepang juga tinggi.
Karena itulah dia mengingatkan jika pemerintah dan Jepang kembali melakukan kerjasama dalam industri baja nasional, posisinya harus setara. Karena kita masih memiliki martabat sebagai sebuah bangsa.

"Dan pemerintah harus bisa memastikan akan dua hal utama. Pastikan dengan kerjasama ini Industri baja dalam negeri mengalami signifikansi secara positive dan terakhir harus ada prasyarat untuk peningkatan TKDN. Pemerintah harus konsisten terhadap ketetapan 40% TKDN untuk sebuah komoditas baja yang dibeli untuk belanja modal APBN," tandasnya.

Dalam diskusi para ahli dan pengusaha dalam negeri, dia menambahkan, peningkatan TKDN komoditas berkandungan logam menjadi hal yang sangat krusial. "Karena jika tidak diatur TKDN dalam sebuah komoditas, dipastikan adanya monopoli perusahaan asing dan matinya industri dalam negri yang berdaulat," tandasnya. [zul]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA