TWU Dua Bulan Tak Berproduksi, Pemda dan Masyarakat Bojonegoro Cemas

Rabu, 16 Maret 2016, 15:59 WIB
rmol news logo Kepala Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Sosial (Disnakertransos) Bojonegoro, Adi Wicaksono menyatakan kondisi PT Tri Wahana Universal (TWU) yang tidak berproduksi sejak Januari 2016 telah memberikan dampak yang serius terhadap Pemda  dan masyarakat Bojonegoro, Jawa Timur.

"Kurang lebih terdapat 650 tenaga kerja yang terancam mengalami pengangguran permanen apabila TWU tidak berproduksi lagi," jelas Adi kepada wartawan menanggapi kondisi kilang minyak mini milik TWU yang telah tidak berproduksi dua bulan lamanya.

Kilang mini TWU tidak mendapatkan pasokan minyak mentah sejak 16 Januari 2016 sehingga akhirnya berhenti produksi pada 20 Januari 2016. Hal ini disebabkan karena TWU masih menunggu kepastian formula harga sumur dan pasokan minyak mentah untuk kilang mini TWU yang dibangun dekat mulut sumur lapangan Banyu Urip.

Ironisnya, situasi ini dialami TWU meskipun keberadaan kilang mini tersebut telah terbukti mampu menciptakan multiplier effect yang signifikan untuk pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja bagi masyarakat Bojonegoro dan Jawa Timur.

Menurut Adi, tenaga kerja di kilang PT TWU sendiri tercatat sekitar 200 orang, yang sebagian besar merupakan warga Bojonegoro. Sementara di luar TWU sendiri, terdapat lebih dari 400 tenaga kerja tidak langsung yang tergabung dalam perusahaan transporter. Angka tersebut belum termasuk tenaga kerja pada perusahaan supplier, kontraktor yg memberikan jasa untuk operasional TWU.

Selain itu, terdapat tenaga kerja informal yang tumbuh dengan adanya keberadaan kilang TWU, seperti usaha warung dan toko di sekitar daerah kilang. Mengutip Kajian LPPM UGM, ada sekitar 5300 tenaga kerja yg tercipta di tingkat kabupaten Bojonegoro dari keberadaan TWU. Bila kilang TWU tidak segera produksi, mereka akan menjadi pengangguran.

"Sejak terhentinya produksi TWU, tampak perubahan mencolok bila dibandingkan saat kilang masih berproduksi dengan saat ini. Kelihatan sekali dampaknya kalau masuk ke wilayah sini, tadinya banyak tangki minyak berseliweran, sekarang suasananya sepi," kata Adi.

"Begitu TWU ini tutup dan tidak beroperasi, mereka tidak punya pekerjaan. Sepertinya Bojonegoro sudah jatuh tertimpa tangga," tandas Adi.

Dijelaskan Adi, keberadaan TWU telah membawa manfaat positif dalam penciptaan tenaga kerja di kabupaten Bojonegoro. Adi berharap Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian ESDM segera menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh TWU supaya dapat memulai lagi produksinya segera.

Adi menambahkan, TWU juga berperan aktif meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di Bojonegoro. Contohnya di akhir tahun 2015, Disnaker Kabupaten Bojonegoro telah bekerjasama dengan TWU untuk menyediakan sarana bagi 22 Mahasiswa Sekolah Tinggi Energi dan Mineral (STEM) untuk magang di TWU, yang sudah berlangsung untuk 2 angkatan. "Program yang sudah berjalan dengan baik ini sekarang terpaksa berhenti," tambahnya.

Camat Kalitidu Nanik Lusetiyani menambahkan, keberadaan TWU banyak membantu dan menggerakkan perekonomian di wilayah Kalitidu, Bojonegoro. TWU mampu menyerap tenaga kerja dari penduduk sekitar dan Kabupaten Bojonegoro. Sejak kilang TWU tidak berproduksi, aktivitas ekonomi masyarakat menjadi lesu.

Perusahaan transporter minyak, warung-warung, hingga usaha cucian mobil tidak lagi beroperasi. Menurut Nanik, di Kecamatan Kalitidu sedikitnya ada tiga pengusaha transporter yang bekerjasama dengan TWU, yakni PT Artha jaya, PT Sido Makmur, dan PT Bahana Multiteknik. Mereka memiliki ratusan armada yang dibiayai dari pinjaman bank.

"Kalau sampai berhenti total, bagi saya sangat menganggu perkembangan ekonomi masyarakat. Mata pencarian masyarakat dan kesempatan berusaha yang selama ini tumbuh di lokasi Desa Sumengko, Kecamatan Kalitidu bisa terganggu. Saya sangat berharap penyelesaian TWU ini segera tuntas dan kilang TWU segera berproduksi kembali, karena rentetan dampaknya panjang.

Kami menghimbau pemerintah untuk memperhatikan dampak negatif berhentinya TWU. Kami harus mengantisipasi gejolak sosial masyarakat kami,” tutur Nanik.

Senada dengan Adi Wicaksono dan Nanik, pemilik transporter PT Bahana Multiteknik, Budi Utomo, menyatakan, sejak TWU tidak berproduksi, ratusan armada miliknya kini menganggur.  Dalam dua bulan terakhir sejak kilang TWU tidak berproduksi, dia harus menanggung beban biaya operasional perusahaan, termasuk gaji 200 pegawai. Padahal, di luar itu pihaknya harus membayar cicilan kepada Bank yang ikut membiayai usaha transporternya.

"Kami harus menanggung biaya gaji dan operasional lebih dari Rp 1 miliar per bulan, di luar cicilan pembayaran Bank. Usaha kami dan perusahaan transporter lain sangat tergantung pada TWU. Kami berharap pemerintah pusat segera menyelesaikan persoalan ini," kata Budi. Selain itu, PT Bahana Multiteknik juga  menyalurkan BBM solar produksi TWU ke sejumlah daerah, seperti Bojonegoro, Gresik, dan daerah lain di Jawa Tengah dan sejumlah provinsi lain.

"Sekarang kondisinya kami harus subsidi, jadi ibarat kata ‘wis piye carane golek-golek utangan untuk nutupin biaya sementara bisnis kami  belum jalan. Kami nggak mungkin memberhentikan mereka, tapi kalau ini berlarut-larut ke depan kami angkat tangan dan tidak akan mampu lagi," ujar Budi.[***]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA