Kementerian LHK Setuju Perketat Kredit Bagi Industri Perusak Lingkungan

Rabu, 02 Desember 2015, 10:36 WIB
rmol news logo Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan merespon arahan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kepada perbankan agar tidak mudah memberikan kredit kepada perusahaan yang merusak lingkungan.

Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya Kementerian LHK Tuti Hendrawati menilai, pemberian pinjaman kredit kepada pelaku industri yang dapat merusak lingkungan memang harus diperketat.

"Saya melihat OJK itu mengikuti aturan Bank Indonesia termasuk dalam memberikan izin pinjaman kredit bagi pelaku industri. Sehingga tidak mudah merusak lingkungan," ujar Tuti dalam keterangannya.

Hal yang sama diutarakan Tuti dalam konferensi pers kegiatan Bimbingan Teknis Pemanfaatan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dengan tema 'Ubah Limbah Menjadi Nilai Tambah' di Surabaya, kemarin (Senin, 1/12).

"Kita ada kerja sama dengan Bank Indonesia (BI), bahwa setiap izin usaha yang ingin mengajukan pinjaman ke bank itu harus memiliki dokumen amdal (analisis dampak lingkungan). Kemudian, kan kita ada Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (Proper) maka perusahaan itu harus mendapatkan penilaian berwarna biru. Warna biru berarti perusahaan itu menaati peraturan," jelasnya.

Ditambahkan, apabila perusahaan mendapatkan penilaian berwarna merah atau hitam maka kemungkinan besar tidak akan mendapatkan izin usaha.

"Jadi perusahaan kalau dapat merah biasanya mereka pusing, karena jadi susah mendapatkan pinjaman itu," katanya.

Dia juga menceritakan bahwa pihaknya sering menerima laporan dan keluhan dari pelaku industri yang usahanya mendapatkan penilaian tidak baik dalam pengelolaan limbahnya.

"Kita sering menerima orang-orang bank yang menanyakan tentang status proper dari calon nasabahnya. Apakah dokumennya tentang lingkungannya memiliki nilai yang baik atau buruk," bebernya.

Seperti diberitakan, OJK menginginkan perbankan untuk menjauhi pemberian kredit kepada sektor industri yang merusak lingkungan. Hal ini akibat beberapa organisasi menuding industri jasa keuangan ikut serta memuluskan terjadinya kerusakan itu.

Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad memperingatkan industri jasa keuangan supaya tidak memberi pembiayaan kepada perusahaan perusak lingkungan.

"Untuk itu, kami akan bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mendata perusahaan perusak lingkungan," ujarnya.

Ke depannya, lanjut Muliaman, jangan harap perusahaan yang merusak lingkungan dapat memperoleh pembiayaan dari perbankan.

Tuti menuturkan, terkait dengan perizinan pengelelolahan limbah B3 termasuk izin pemanfaatan, pemerintah melakukan upaya debirokratisasi melalui unit Pelayanan Terpadu. Di samping itu dilakukan juga penyederhanaan beberapa persyaratan izin pemanfaatan dan penyusunan persyaratan teknis pemanfaatan limbah B3.

"Upaya debirokratisasi tentunya harus dilakukan dengan penyusunan peraturan pelaksanaan sebagai turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang pengelolahan limbah B3," lanjutnya.

Sekadar informasi, dari hasil pemetaan KLHK pada tahun 2014, luas lahan terkontaminasi limbah B3 sekitar 172,967.13 meter kubik dengan jumlah limbah B3 yang dibuang sebesar 563,952.7 ton. Untuk itu, maka harus dilakukan pemulihan. Misalnya dimanfaatkan sebagai penganti bahan baku seperti abu terbang (fly ash) sebagai material beton, material jalan, dan beton.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolahan Sampah dalam periode bulan Agustus hingga September tahun 2015, jumlah limbah B3 yang dimanfaatkan adalah 1,82 persen dari 102 juta ton limbah B3 yang dikelola. Diperkirakan, perputaran uang dalam pemanfaatan limbah B3 pada tahun 2014 mencapai Rp 22,1 triliun dengan kapasitas sebanyak 8.592.113 ton.[wid]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA