Jakarta Potensial Kembangkan Urban Farming

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Selasa, 24 November 2015, 15:57 WIB
rmol news logo Wilayah Jabodetabek dinilai memiliki potensi yang besar dalam pengembangan bertani di perkotaan (urban farming). Banyak gedung dengan kerapatan jumlah penduduk yang tinggi merupakan bagaian awal dari pengembangan bercocok tanam di tengah perkotaan seperti Kota Jakarta.
 
"Urban farming ini sudah lebih awal dilakukan beberapa kota dunia seperti Tokyo maupun beberapa kota di Kanada. Seperti halnya kota Jakarta cukup potensial dalam pengembangan program ini. Apalagi, ke depan cenderung penduduk lebih banyak tinggal di perkotaan," tutur Business Development Deputi Director PT East West Seed (EWS) Indonesia, Audya Bisma kepada wartawan di Jakarta. 

Menurut Audya, konsumsi buah dan sayuran di Jabodetabek sekitar 1.150 ton per hari untuk penduduk sekitar 10 juta jiwa. Angka ini termasuk cukup tinggi dibanding kota lainnya di Indonesia. Namun begitu, mayoritas sayuran dan buah ini seatu sekitar 90 persen masih mengandalkan dari luar daerah Jabodetabek, terangnya.

Secara nasional, lanjut Audya, konsumsi sayuran di Indonesia masih minim. Menurut data WHO, konsumsi sayuran di perkotaan dan desa sekitar 40 kg per tahun per kapita, sedangkan standar konsumsi sayuran itu 73 kilogram per tahun per kapita.

"Kendati kebutuhan yang besar di perkotaan seperti Jakarta, tetapi secara rata-rata masih di bawah standar konsumsi sayuran dunia. Ini cukup potensial," tuturnya.

Project Manager PT EWS Indonesia, M. Hariyadi Setiawan menambahkan, masih banyak tantangan dalam pengembangan urban farming. Karena itu, pengembangan pertanian perkotaan ini perlu mendapatkan dukungan Pemprov DKI Jakarta.

"Sebagai tahap awal, kami sudah menginisiasi pendirian demonstration plot (kebun pelatihan). Beberapa area di Bogor, Marunda, Serpong dan rencana beberapa area lainnya akan digalakkan," bebernya.

Selain itu, dalam rangka pengembangan urban farming, lanjut Hariyadi, EWS juga bekerja sama dengan lembaga pendidikan seperti Universitas Trisakti maupun Universitas Trilogi (Stekpi) Kalibata.

Menurut Hariyadi, untuk memulai bercocok tanam sayuran di tengah kota cukup mudah. Hanya dengan menaburkan benih, dan terus melakukan konsultasi dengan EWS, hasil berkebun dapat segera dipetik.

"Misalnya bayam dengan modal 2.600 rupiah, per bungkus benih, akan panen sekitar 6 ribu rupiah, dalam sebulan dengan luas 1 meter persegi. Warga bisa memilih benih sayuran atau buahan lain yang disukainya sekaligus membudayakan urban farming," urainya.[wid] 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA