Posisi Indonesia Kuat, Jangan Takut Hadapi Freeport

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Senin, 23 November 2015, 18:01 WIB
Posisi Indonesia Kuat, Jangan Takut Hadapi Freeport
rmol news logo Pemerintah tak perlu takut memutuskan kontrak karya PT Freeport. Pemerintah juga tak perlu takut jika perusahaan tambang Amerika Serikat itu melayangkan gugatan ke Badan Arbitrase Internasional.

"Tak perlu takut mengambil langkah yang benar. Sebab memutus kontrak karya PT Freeport Indonesia tidak menyalahi aturan," demikian ditegaskan Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati, Senin (23/11).

Menurut dia, pemerintah  memang harus menjaga kontrak karya dengan Freeport, apalagi jika memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak. Tapi masalahnya selama ini kontrak dijalankan dengan tidak adil dan malah melanggar aturan.  Melihat realita tersebut Enny berkeyakinan mau dibawa kemana pun posisi Indonesia kuat.

"Kalau Freeport membawa masalah kontrak ini ke Arbirase internasional dan mempertanyakan mengapa kontraknya tidak diperpanjang, maka Indonesia  cukup mengatakan kalau  Freeport tidak patuh pada aturan di Indoensia.Seperti pada isu perusakan lingkungan, dimana saat ini kita sudah memiliki UU Lingkungan Hidup, maka ini  harus dipatuhi. Di Amerika aturan tentang lingkungan jauh lebih ketat. Pemerintah konsisten saja menegakan aturan," tegasnya.

Terkait aturan divestasi saham asing menurut Enny  juga harus ditegakkan termasuk aturan bagi hasilnya. Indonesia, katanya  sebenarnya bisa membandingkan aturan divestasi  yang dibuat dengan aturan dari negara lain dengan mengedepankan prinsip keadilan.

"Jadi sistem bagi hasil negara-negara lain bisa juga  dijadikan acuan, berapa persen misalnya bagi hasil yang baik untuk Indonesia. Selama ini Indonesia hanya kebagian satu persen saja dan baru di era SBY seingat saya ketika Menko Perekonomian dipegang oleh Chairul Tandjung bagian Indonesia naik menjadi 3 persen," jelasnya.

Menjawab pertanyaan apakah pembagian sebesar itu adil, Enny dengan tegas mengatakan sangat  tidak adil, apalagi menyangkut persoalan emas. Menurut dia lagi, kalau mau bandingkan saja dengan pembagian di bidang pertanian  saja, penggarap mendapatkan 2/3  dari hasil dan pemilik mendapatkan 1/3 dari hasil.  Jadi, dia menambahkan sektor tambang emas dengan sektor pertanian tidak bisa dibanding-bandingkan.

"Tidak bisa dibandingkan langsung secara aple to aple antara sektor tambang dan pertanian, tapi ini bisa jadi acuan dan tinggal dicari perspektif yang sama saja," tandasnya.[dem]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA