Sebagai konsumen, pasti memilih menggunakan transportasi taksi yang bisa dipercaya baik dari segi keamanan maupun kenyamanannya.
"Kita katakanlah semua orang maunya Blue Bird, Express, Gamya. Taksi lainnya tidak mau karena reputasinya," kata pengamat kebijakan publik Agus Pambagio kepada
Kantor Berita Politik RMOL, sesaat lalu (Minggu, 22/11).
Karenanya, jika diterapkan pengaturan unit-unit taksi bandara dengan sistem First In First Out (FIFO) atau istilah lapangannya sistem bebek, tentunya membuat pilihan konsumen menjadi terbatas.
Beberapa negara memang sudah menerapkan sistem FIFO, contoh negara terdekat, Singapura. Namun Agus mengingatkan, kualitas taksi-taksi di Indonesia, terutama di ibukota Jakarta, satu sama lain berbeda dan belum bisa dibandingkan negara-negara maju. Ini yang seringkali membuat konsumen ragu-ragu karena khawatir dibohongi oleh pengemudinya atau terganggu persoalan lain semisal kondisi dalam taksi yang tidak wangi, bau asap rokok.
Agus menilai, sebetulnya pergerakan unit-unit taksi bandara kelas internasional seperti yang berlaku di Bandara Soekarno Hatta Tangerang, saat ini sudah cukup memadai dan baik dibandingkan waktu sebelumnya. Jika diterapkan sistem FIFO, ia sangsi akan lebih efektif karena masyarakat pasti akan tetap menunggu taksi yang dirasa mereka bisa dipercaya.
Dia menambahkan, terpenting sekarang tugas Kementerian Perhubungan maupun dinas terkait mengawasi taksi-taksi itu supaya citranya baik di masyarakat. Sebab izin operasional taksi baik di dalam maupun luar bandara menjadi otoritas Kemenhub/dinas terkait.
[wah]
BERITA TERKAIT: