Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Gerindra Kardaya Warnika melihat, Pertalite terlalu dipaksaÂkan. Hal itu terlihat minimnya infrastruktur yang disediakan. Ditambah belum adanya izin dari pemerintah dan DPR.
"Syarat-syarat yang harus dipenuhi Pertamina belum lengÂkap. Terutama soal alat dispenser yang digunakan nanti milik siapa, harga serta jaminan bahwa preÂmium tidak akan dihapus kalau Pertalite dipasarkan. Daya beli masyarakat harus diperhatikan karena itu prinsip dari ketahanan energi nasional," kata Kardaya.
Dia mengingatkan Pertamina untuk tidak gegabah dalam meÂluncurkan BBM baru ini. Ia lebih setuju, kalau Pertalite dikaji ulang, sejauh mana manfaatnya bagi masyarakat dan negara.
"Jangan sampai Pertalite hanya untungkan Pertamina. SeÂdangkan rakyat dan negara tidak diuntungkan. Ini yang harus diperhatikan," warning dia.
Kardaya meminta Pertamina untuk menghormati kesepakaÂtan hasil rapat bersama dengan Komisi VII DPR, yang menunda pengadaan dan penjualan perÂtalite, sebelum ada izin dari pemerintah dan DPR.
"Kami bersama Pertamina sudah sepakat untuk menunda penjualan dan pengadaan PerÂtalite, sampai infrastrukturnya memadai. Kesepakatan itu ditanÂdatangani langsung oleh Dirut Pertamina," akunya.
Anggota Komisi VII DPR Inas Nasrullah Zubir mengatakan, seÂlama ini mafia migas selalu ada dalam bisnis BBM dengan RON 88 atau premium.
"Kami khawatir munculnya BBM jenis baru akan memunculÂkan mafia-mafia baru yang akan merugikan negara lagi. Kalau premium saja yang harganya lebih murah bisa di mark-up sampai 0,75 dolar AS per barel, bagaimana Pertalite nanti?," kata Inas kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Ia mempertanyakan sikap Pertamina yang terkesan memakÂsakan BBM jenis baru tersebut harus diluncurkan, meski alasanÂnya hanya menjadi pelengkap dari jenis BBM RON 88, RON 92 (Pertamax) dan RON 95 (PerÂtamax Plus) yang sudah ada.
Pasalnya, jika dilihat dari spesiÂfikasinya, kandungan Pertalite dan Premium hampir sama. Bahkan Premium yang saat ini beredar tidak murni 100 persen memiliki kadar oktan 88, apalagi Pertalite.
"Saya baca spesifikasi kedua BBM ini ternyata hampir sama. Destilasi 50 persen volume PerÂtalite dan Premium sama. Jadi apa keuntungan menghadirkan BBM baru ini," tanya Inas.
Oleh karena itu, DPR mendesak Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said dan Menteri BUMN Rini Soemarno mengkaji kembali Pertalite.
"Pemerintah harus melihat keuntungan Pertalite apa. Jangan sampai hanya menguntungkan mafia migas dan Pertamina seÂmata," tegasnya.
Senada dikatakan anggota Komisi VII DPR bidang BUMN Nasril Bahar. Menurut dia, Pertalite belum tepat. Selain infrastruktur migas belum memadai, kilang unÂtuk menampung kebutuhan BBM nasional saja masih kurang.
"Kalau nanti diluncurkan mau ditaruh di mana. Depo yang ada sekarang saja masih belum cuÂkup untuk menampung stok BBM nasional. Lebih baik ditunda duÂlu," kata Nasril kepada
Rakyat Merdeka.Politisi Partai Amanat Nasional ini menyarankan, Pertamina berÂsama pemerintah untuk mengatur kembali peruntukan BBM berÂsubsidi dan nonsubsidi yang seÂlama ini masih rancu, ketimbang menghadirkan produk baru.
"Sekarang saja Pertamax dan Premium masih rancu perunÂtukannya. Akibatnya, negara kebobolan subsidi. Kalau hadir Pertalite, apa nggak makin bingung masyarakat," tanya dia.
Karena itu, ia meminta Pertamina, pemerintah, dan DPR duduk bersama membahas peluncuran Pertalite agar negara ataupun masyarakat tidak dirugikan.
Sementara itu, Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengaÂtakan, Pertalite akan menjadi pilihan masyarakat saat membeli BBM dengan harga yang lebih murah dari Pertamax.
"Harganya akan lebih murah dari Pertamax yang diperuntukÂkan bagi orang mampu. Pertalite akan jadi pilihan baru, bukan untuk menggantikan Premium," kata Dwi.
Selain meminta izin DPR, Pertamina akan melakukan diskusi terbuka dengan seluruh pemangku kepentingan, agar tidak muncul dugaan negatif terÂhadap peluncuran BBM dengan kadar
Research Octane Number (RON) 90 tersebut.
"Dari kita diskusi terbuka, semua biar terlibat supaya tidak muncul pengamat dadakan. PerÂtalite harus lebih murah dengan Premium," pungkasnya. ***