Rawan Monopoli, Fungsi Regulator Jangan Dikasih ke Pertamina

BPH Migas Mau Dibubarkan

Senin, 13 April 2015, 09:55 WIB
Rawan Monopoli, Fungsi Regulator Jangan Dikasih ke Pertamina
ilustrasi/net
rmol news logo Penyerahan fungsi regulator industri hilir migas ke PT Pertamina (Persero) dinilai hanya akan menimbulkan monopoli bisnis BBM. KPPU menolaknya.

 Anggota Komisioner Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) Muhammad Syarkawi Rauf mengatakan, pemerintah jangan mengalihkan peran regulator ke Pertamina jika jadi menghapuskan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). "Itu akan menimbulkan monopoli," ujarnya kepa­da Rakyat Merdeka, kemarin.

Untuk diketahui, dalam draf revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas terdapat wacana pembubaran BPH Migas sebagai lembaga pengawas industri hilir migas di Indonesia.

Dalam pasal 25, disebutkan seluruh produksi minyak dan gas bumi wajib dijual kepada BUMN khusus hilir dengan harga ren­cana pengembangan (POD).

Syarkawi mengatakan, jika pemerintah tetap menunjuk Per­tamina menjadi regulator, maka kebijakan pemisahan Pertamina sebagai operator sekaligus regu­lator yang telah dilakukan pemerintah terdahulu menjadi sia-sia.

Menurut dia, hal tersebut menurutnya bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat dan berpotensi merugikan badan usaha lainnya. "Desain awal pemisahan itu dibuat supaya tidak ada conflict of interest di Pertamina sebagai regulator mau­pun operator," kata Syarkawi

Dia bilang, jika BPH Migas jadi dihapuskan, sebaiknya fungsi regulator industri hilir migas diserahkan ke Direktorat Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

"Bayangkan kalau perusahaan seperti Total, Shell dan yang lainnya diminta bersaing dengan Pertamina sebagai regulator. Kalau kompetisinya ditutup, hal itu akan membuat industri tidak berkembang," katanya.

Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Mi­gas) Andi Noorsaman Sommeng mengaku, belum pernah diajak berbicara oleh Kementerian ESDM terkait adanya wacana pembubaran instansinya.

"Kalau pengawasan diberi­kan ke Pertamina, saya kira itu kesalahan konsepsi. Apakah Pertamina bisa menciptakan fairness dalam berusaha jika Pertamina juga bertindak seba­gai pengatur sekaligus pelaku usaha? tentu akan kembali ke monopoli," ujar Andi.

Menurut dia, wacana pem­bubaran BPH Migas merupakan tindakan yang kurang tepat kare­na rawan di batalkan Mahkamah Konstitusi (MK). "Keputusan MK saja tidak menghapus satu ayat pun yang berkaitan dengan BPH Migas. Kok di draf pemer­intah malah yang konstitusional dihapuskan?," katanya.

Direktur Pemasaran Pertamina Ahmad Bambang mengatakan, pihaknya juga tidak setuju jika BPH Migas dihapus.

"BPH Migas masih diperlukan untuk menjadi regulator, penga­was, sekaligus wasit bagi badan usaha di hilir minyak dan gas bumi (migas) dalam menjalankan kebijakan pemerintah," ujar.

Ketua Komisi VII DPR Kar­daya Warnika mengatakan, jika BPH jadi dibubarkan, pemerintah harus membentuk lembaga inde­penden untuk mengawasi bisnis di sektor hilir tersebut.

"Badan independen yang ber­tugas di masa transisi tersebut diharapkan bisa menjalankan fungsi pengawasan terhadap kegiatan industri hilir migas nasional," katanya.

Usulan ini, kata dia, mengacu pada praktik badan pengatur di banyak negara. Menurut Kardaya setiap negara memiliki badan independen yang berwenang untuk mengawasi jalannya sektor bisnis yang dimonopoli pemer­intah seperti minyak, pipa gas, penerbangan, ketenagalistrikan, hingga telekomunikasi. "Tapi pembiayaannya berasal dari iuran badan usaha," tuturnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA