Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Kewirausahaan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Edy Putra Irawady mengungkapkan, pihaknya menemukan perbedaan dalam sejumÂlah pencatatan ekspor komoditas migas dan mineral.
Misalnya, kata dia, dalam cataÂtan
ekspor light petroleum oil ke Singapura senilai 79,7 juta dolar Amerika Serikat (AS) pada 2013. Namun, angka tersebut ternyata berÂbeda dengan data negara tersebut.
"Menurut mereka, impor dari kita sebesar 487,8 juta dolar AS. Artinya yang harus kita kejar adalah nilai 408,8 juta dolar AS. Itu ke mana? Mungkin di tengah laut atau di mana," ujarnya.
Menurutnya, perbedaan data statistik perdagangan itu perÂlu dipertanyakan karena bisa merugikan negara. Selain itu, pihaknya juga akan terus menÂcari dari mana kesalahan tersebut berasal agar bisa meningkatkan efektivitas perdagangan.
Selain pada sektor migas, lanjut dia, perbedaan data juga terjadi pada ekspor batu bara. Dia mencontohkan, ekpor ke India tercatat 3,5 miliar dolar AS, tapi yang dilaporkan India telah mengimpor dengan total nilai 6,8 miliar dolar AS.
Kemudian nilai ekspor
crude petroleum oil (CPO) ke India, lanjut Edy, yang tercatat di InÂdonesia sebesar 2,3 miliar dolar AS. Namun, yang dicatat oleh mereka lebih dari dua kali lipat, atau 4,9 miliar dolar AS.
"Ke Thailand pun kita temukan perbedaan. Ekspor minÂyak mentah ke negara tersebut pada 2013 senilai 840 juta dolar AS, tetapi yang mereka laporkan nilai impor dari kita mencapai 1,5 miliar dolar AS," lanjutnya.
Untuk itu, Edy mengatakan, diperlukan
letter of credit (LC) dalam setiap transaksi perdagangan luar negeri guna mengetaÂhui dan mengawasi komoditas ekspor. "Perbedaan data atau statistik perdagangan itulah yang tadinya menjadi dasar penerapan wajib LC," ujarnya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan, perbedaan data bisa jadi karena kurangnya penÂgawasan. "Saya kira kemungkiÂnannya banyak. Geografis kita itu luas, tidak bisa pintu keluar-masuk semua diawasi," kata Sudirman.
Hal inilah yang diakui Sudirman menjadi pekerjaan rumah pemerintah. "Selisih itu disebabkan karena apa. Kalau masih ada perÂbedaan, ini menjadi PR kita untuk menelusurinya," ujarnya.
Ia mengatakan, seluruh ekspor migas telah sesuai dengan pencatatan dan memenuhi syarat yang diajukan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag). Hal tersebut memenuhi syarat karena sejumlah poin, seperti asal dan tujuan komoditas.
"Alokasi ekspor dan harga juga telah tercatat pada institusi peÂmerintahan, seperti SKK Migas, Kemendag, dan Bank Indonesia (BI)," tuturnya.
Sementara mengenai LC, Sudirman mengatakan, ekspor sektor migas telah mendapat persetujuan penangguhan oleh Kemendag. ***