Sekretaris Jenderal OrÂganisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) Andriansyah mengatakan, saat ini bukan saat yang tepat menaikkan harga BBM karena akan semakin meÂnambah beban pengusaha dan masyarakat.
Seharusnya, dia bilang, dengan kondisi ekonomi yang seÂdang tertekan dengan anjloknya rupiah, tetap mempertahankan harga BBM. "Ini untuk menjaga daya saing dan menahan kenaiÂkan harga," katanya, kemarin.
Dia juga mengatakan, kenaiÂkan itu akan mencekik para operator transportasi umum. MenuÂrut dia, harga BBM berkontribusi pada besarnya biaya operasional angkutan umum 35â€"37 persen dan biaya pemeliharaan suku cadang hingga 26 persen.
Menurutnya, jika pemerintah tetap menyesuaikan harga BBM, maka akan mendorong penyesuaian tarif angkutan umum. Ini tentu akan menambah beban masyarakat. "NaÂmun kenaikan tetap harus melalui kajian dulu," katanya.
Hal senada disampaikan oleh Direktur I
nstitute For DevelopÂment of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati. Enny menolak rencana kenaikan harga BBM saat ini. Meskipun dia tidak menampik, melemahnya rupiah berdampak pada beban Pertamina.
Dia bilang, kenaikan BBM justru akan semakin memberatkan masyarakat. Pasalnya, kata Enny, naiknya harga BBM otomatis akan membuat harÂga bahan kebutuhan pokok ikut melambung. "BBM punya dampak signifikan terhadap kebutuhan pokok. Harga bakal naik," kata Enny.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, pemerintah harus turun tangan dalam penentuan tarif angkutan umum. MenuÂrut dia, tarif angkutan jangan tergantung pada harga BBM. Pasalnya, saat ini pemerintah sudah melepaskan harga BBM ke mekanisme pasar.
"Harus ada kebijakan tarif tanÂpa tergantung harga BBM supaya tidak memberatkan masyarakat dan merugikan pengusaha angÂkutan," katanya.
Dia bilang, jika tarif angkuÂtan masih bergantung kepada harga BBM, maka tarifnya akan berubah-ubah dan membingungÂkan masyarakat.
Terkait dengan harga BBM, dia menyarankan pemerintah lebih hati-hati dengan fluktuasi harga BBM. Menurutnya, pemerintah sebaiknya menetapkan harga keekonomian BBM tanpa terpaku pada harga pasar. Dengan begitu, masyarakat tidak gelisah akan naik turunnya harga BBM.
Sebelumnya,
Senior Vice President Fuel Marketing and Distribution Pertamina SuharÂtoko mengatakan, nilai tukar erat kaitannya dengan fluktuasi harga minyak dunia. Saat ini harga minyak mentah masih naik turun. Harga tertinggi masih di kisaran 54 dolar AS per barel.
Menurut dia, harga terseÂbut sebenarnya masih relatif rendah. Namun, melemahnya nilai tukar rupiah membuat biaya pembelian untuk impor minyak mentah membengkak. "Premium mestinya juga naik. Sekarang posisinya sudah rugi," ujar Suhartoko. ***