"Ini bukan karena tata niaga beras yang sudah membaik," ujar Ketua Umum Ikatan PedaÂgang Pasar Indonesia (DPP IKAPPI) Abdullah Mansuri, kemarin.
Kata Abdullah, beras oplosan merupakan campuran beras kualitas jelek dari Bulog dengan beras kualitas baru. Cara itu diÂlakukan untuk menekan harga. "Selisih harganya Rp 2.000 per kg," ungkapnya.
Dia menyayangkan, maraknya penjualan oplosan seakan dibiarÂkan pemerintah tanpa ada pengaÂwasan. Abdullah memprediksi harga beras belum mencapai harga normalnya.
Apalagi, kata dia, pemerintah juga menaikkan harga BBM Rp 200 per liter yang membuat harga beras terdongÂkrak 5 persen â€" 10 persen. SeÂbab, komponen harga bahan pokok yang berasal dari BBM mencapai 20 persen.
Ketua Umum Koperasi PedaÂgang Pasar Induk Cipinang JaÂkarta Zulkifly Rasyid mengakui, beras mudah dipermainkan para spekulan, tetapi kenaikan harga beras yang pernah terjadi di Jakarta 30 persen murni karena pasokan yang kurang.
Supaya tidak terjadi lagi lonÂjakan harga, ia mengingatkan, pemerintah agar operasi pasar (OP) yang dilakukan Perum Bulog lebih efektif disalurkan melalui Pasar Induk Cipinang. Penyaluran beras OP ke end user dianggap tidak terlalu efektif menurunkan serta menginterÂvensi harga beras.
Data Kementerian Perdagangan mencatat harga beras relatif turun di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC). Penurunan harga ini terÂjadi pada harga beras medium dan harga beras premium. Harga beras premium turun 4-6,2 persen dan harga beras medium turun sekitar 4,2-7,4 persen.
Penurunan harga beras di Pasar Induk terjadi karena pasoÂkan beras bertambah 86,4 persen dari pasokan rata-rata pekan IV Februari 2015 sebanyak 2.280 ton menjadi 4.252 ton pada peÂkan II Maret 2015. ***