"Industri farmasi memakai bahan baku impor semua. Kami membeli bahan baku dengan rupiah. Jadi rupiah meÂlemah pasti terpengaruh," ujar Sekretaris Perusahaan Yasser Arafat, kemarin.
Karena itu, pihaknya menÂgusulkan menaikkan harga obat generik untuk menghÂadapi tekanan rupiah terhadap dolar. "Kami sudah usulkan ke Kementerian Kesehatan menaikkan harga obat generik melihat kondisi rupiah sekaÂrang," katanya.
Dengan rupiah yang meÂlemah, kata dia, pihaknya tidak bisa mengandalkan obat generik untuk meningkatkan perÂtumbuhan kinerja. Karena itu, perseroan akan meluncurkan produk suplemen seperti maÂkanan kesehatan. Diharapkan produk tersebut meningkatkan kinerja perseroan.
"Ada beberapa produk yang diluncurkan, dan salah satunya produk suplemen. Saat ini kami sedang menunggu sertiÂfikat halal," ujar Yasser.
Dia memprediksi, awalnya rupiah akan berada di kisaran 12.500, tapi ternyata semakin tertekan. Pihaknya pun hati-hati untuk ekspansi.
Menurutnya, tekanan ruÂpiah banyak dipengaruhi faktor eksternal terutama ekonomi Amerika Serikat (AS) memÂbaik. Sedangkan fundamenÂtal ekonomi Indonesia masih relatif baik.
Karena itu, ia mengharapÂkan, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) dapat menjaga kestabilan rupiah, dan suku bunga acuan dapat kembali turun untuk menunjang bisnis farmasi ke depan.
Tahun ini, perseroaan meÂnargetkan pertumbuhan pendaÂpatan menjadi Rp 1,7 triliun dan laba bersih sekitar Rp 33 miliar. Pertumbuhan kinerja ditopang dari kenaikan volume produksi dan peluncuran sejumlah produk baru.
Pada 2014, perseroan menÂcatatkan laba bersih Rp 1,16 miliar dari periode sama tahun hsebelumnya rugi Rp 54,22 miliar. Penjualan bersih naik tipis 3,28 persen menjadi Rp 1,38 triliun pada 2014. ***