Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan, banyak keÂluhan dari pelaku industri soal mahalnya harga gas industri saat ini. Karena itu, Saleh berjanji akan membawa persoalan ini ke rapat koordinasi tingkat menteri. "Saya berharap harga gas untuk industri bisa lebih kompetitif. Sehingga produk-produk kita bisa lebih memiliki daya saing dengan produk luar," ujarnya kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Untuk diketahui, saat ini harga gas untuk industri berkisar 10 dolar ASper million british thermal units (MMBTU). "Padahal di luar negeri harga gas untuk industri hanya ada pada kisaran 4-5 dolar AS per MMBTU,' ujarnya.
Dia berharap, persoalan harga gas ini bisa cepat diselesaikan. "Kalau memang bisa tahun ini ya tahun ini. Tapi kan semua harus dibicarakan dulu. Tetap ada prosesnya," lanjutnya.
Saleh berjanji, akan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk menuntaskan masalah tersebut.
Dirjen Basis Industri ManuÂfaktur Kemenperin Harjanto mengatakan, wacana untuk menurunkan harga jual gas inÂdustri berangkat dari permintaan sejumlah asosiasi industri yang menginginkan agar harga jual gas industri diturunkan menjadi 4 dolar AS per MMBTU.
Dia bilang, dengan harga jual gas nasional yang saat ini berada di kisaran 10 dolar AS per MMBTU, membuat pelaku industri nasional sulit bersaing dalam merebut pasar manufaktur regional
Koordinator gas industri Kamar Dagang dan Industri (Kadin) AchÂmad Widjaja mengatakan, pelaku industri meminta pemerintah untuk menurunkan harga gas. Menurutnya, dengan harga gas saat ini yang mencapai 10 dolar AS per MMBTU mengatakan inÂdustri dalam negeri sulit bersaing dengan industri tetangga, seperti Malaysia dan Thailand.
Menurut dia, harga gas di Malaysia dijual sekitar 5 dolar ASper MMBTU dan di ThaiÂland dijual sekitar 9 dolar ASper MMBTU. "Kita yang punya sumber daya gas banyak kok harganya mahal," ujarnya kepaÂda
Rakyat Merdeka, kemarin.
Dia juga mempertanyakan, alasan harga gas untuk indusÂtri masih mahal. Padahal, dia bilang, harga minyak dunia terus mengalami penurunan. Seharusnya, harga gas mengikuti penurunan harga minyak dunia. "ICP (Indonesia Crude Price) sudah lama turun, tapi harga gas masih 10 dolar ASper MMBTU saja," katanya.
Sementara itu, kalangan pengusaha mendesak adanya holding di bisnis gas. Seperti menunjuk Pertamina sebagai holding peruÂsahaan minyak dan gas. Kondisi ini diharapkan bisa menyegarkan industri migas Indonesia ke arah yang lebih baik. Di samping akan terjadi efisiensi, menghapuskan tumpang tindih kebijakan yang selama ini membingungkan, reviÂtalisasi perencanaan pengelolaan migas akan dapat dimulai lagi secara terencana.
"Saya sangat yakin, dengan menggabungkan industri migas dalam satu payung holding di bawah Pertamina, maka efisiensi, korupsi, serta peningkatan produkÂsi
'crude oil' yang terus-menerus akan akan dapat ditata kembali," kata Kepala Koordinator Gas InÂdustri Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Achmad Wijaya, kepada pers, di Jakarta, kemarin.
Semua perusahaan migas mauÂpun regulator seperti SKK Migas, sebaiknya dilebur dan masuk ke dalam BUMN Pertamina. Apalagi, katanya, dulu sebelum ada SKK Migas, Pertamina memiliki BPPKA (Badan Pengelola PelakÂsana Kontraktor Asing). ***