Pembangunan Kilang Baru Terhambat di Kemenkeu

Investor Asing Minta Tax Holiday di Atas 10 Tahun

Rabu, 18 Februari 2015, 10:12 WIB
Pembangunan Kilang Baru Terhambat di Kemenkeu
ilustrasi
rmol news logo Pemerintahan Jokowi-JK tidak akan memprioritaskan pembangunan kilang minyak di dalam neg­eri. Padahal pemban­gunan kilang dibutuh­kan untuk menekan impor bahan bakar minyak (BBM).

Direktur Industri Kimia Dasar Kementerian Perindustrian (Ke­menperin) Muhamad Khayam mengatakan, pemerintahan seka­rang akan fokus pada pengemban­gan kilang. Untuk pembangunan kilang baru belum akan dibangun dalam waktu dekat.

Menurut dia, tidak diperi­oritaskan pembangunan kilang baru karena terhambat investasi dan masalah permintaan para investor yang sulit diterima oleh Kementerian Keuangan (Ke­menkeu). "Masalah keringanan pajak hingga kini sulit dipenuhi Kementerian Keuangan," ujarnya, kemarin.

Khayam bercerita, tahun 2006-2007, Iran pernah menawarkan kerja sama pembangunan kilang di Banten. Namun, kerja sama itu tidak diambil oleh pemer­intah karena terkait masalah politik ketika itu.

Kemudian masuk proposal dari Kuwait Petroleum Corpora­tion untuk mem bangun kilang di Balongan dan Saudi Aramco di Kilang Tuban.

"Untuk kilang Balongan di Tuban sudah melakukan studi, kita ikut membantu studi terse­but," ucapnya.

Menurutnya, kedua perusa­haan tersebut meminta fasilitas keringan pajak berupa tax holi­day selama 30 tahun. Namun, oleh Kementerian Keuangan langsung ditolak, alhasil kedua perusahaan tersebut membatal­kan rencana pembangunan kil­angnya di dalam negeri.

"Kalau waktu itu Kementerian Keuangan mau bernegosiasi bisa jadi turun, mereka menurunkan permintaannya menjadi 15 ta­hun," jelasnya.

Khayam menjelaskan, per­mintaan tax holiday yang tinggi karena proyek kilang bukan bisnis yang menguntungkan. Apalagi, ada keharusan mensu­plai minyak mentah sekitar 300 ribu barel per hari. "Dengan adanya kilang baru akan menja­min pasokan BBM," katanya.

Diakui, mencari investor ki­lang bukan hal mudah karena investasinya sangat besar. Har­usnya diberikan kemudahan kepada investor besar yang ber­niat membangun kilang dalam negeri. "Karena itu banyak investor yang lari ke China dan Singapura untuk berinvestasi di sana," jelasnya.

Karena itu, dia bilang, untuk saat ini pemerintah hanya akan fokus pada pengembangan kil­ang yang sudah ada. Diharapkan bisa meningkatkan kapasitas.

Terkait rencana penghapusan premium, Khayam mengatakan, harus dilakukan bertahap sampai kilang dalam negeri siap untuk memenuhi kebutuhan pertamax dalam negeri.

Sementara itu, Kepala Pusat Pengkajian Kebijakan dan Iklim Usaha Industri Haris Munan­dar mengatakan, pihaknya dan Kementerian Keuangan sedang melakukan pembahasan men­genai rencana pemberian tax holiday lebih dari 10 tahun.

"Sedang dibahas PMK(Pera­turan Menteri Keuangan) soal industri pionir dan batasan wak­tunya," jelas Haris.

Dia mengatakan, para inves­tor yang berniat membangun kilang di Indonesia memang meminta ada keringan pajak dalam waktu lebih dari 10 tahun. Namun, Kementerian Keuangan tetap berpatokan pada angka 10 tahun.

Nah, saat ini sedang dibahas supaya investasi di kilang batas waktu tax holiday-nya lebih dari 10 tahun. Dia mencontohkan, Singapura saja berani mem­berikan tax holiday dalam kurun waktu 15-20 tahun. Karena itu, tidak heran banyak investor kilang yang lebih memilih mem­bangun di Singapura. Padahal, negara itu tidak mempunya sum­ber daya alam minyak. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA