Pebisnis Beberkan Beratnya Tantangan Industri Nasional

Ditargetkan Serap 15,5 Juta Tenaga Kerja

Jumat, 06 Februari 2015, 09:34 WIB
Pebisnis Beberkan Beratnya Tantangan Industri Nasional
ilustrasi
rmol news logo Pemerintah menargetkan pertumbuhan industri tahun ini mencapai 6,8 persen.

"Kita targetkan di tengah ketidakpastian global saat ini pertumbuhan industri bisa tumbuh 6,1 hingga 6,8 persen," ujar Menteri Perin­dustrian (Menperin) Saleh Husin saat membuka rapat kerja Kementerian Industri (Kemenperin) 2015 di Ja­karta, kemarin.

Saleh mengatakan, tahun ini pihaknya juga menarget­kan menyerap tenaga kerja sektor industri 15,5 juta orang dan ekspor sektor indus­tri mencapai 67,3 persen. Menurut dia, saat ini tren per­tumbuhan industri cenderung mengalami peningkatkan dan selalu di atas pertumbuhan ekonomi. Misalnya pertumbu­han industri pengolahan non migas hingga triwulan III 2014 mencapai 5,30 persen. "Per­tumbuhan ini lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi tahun lalu sebesar 5,11 persen," ucapnya.

Saleh menjelaskan, cabang-cabang industri yang menga­lami pertumbuhan tertinggi antara lain industri barang lainnya 10,77 persen, industri makanan minuman dan tem­bakau 8,80 persen, industri barang kayu dan hasil hutan lainnya 7,27 persen serta industri kertas dan barang cetakan 6,02 persen.

Politisi Partai Hanura itu mengatakan, kontribusi sek­tor industri pengolahan non migas mencapai 20,65 persen dari total produk domestik bruto (PDB) nasional dan tertinggi dibanding sektor-sektor lainnya.

Sedangkan nilai ekspor in­dustri non migas pada Januari-Oktober 2014 mencapai 98,43 miliar dolar AS atau 66,48 persen dari total ekspor nasional.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan sejak 2011 target pertum­buhan ekspor lima persen tidak pernah tercapai. Realisasi pertumbuhan hanya di kisaran satu persen, bahkan sekarang di level nol koma sekian persen.

"Pada 2015 berat karena berbagai keadaan, pelemahan pasar AS dan resesi Jepang. Industri di dalam negeri juga terimplikasi efek negatif bu­kan hanya karena kenaikan harga BBM subsidi, tetapi karena mereka punya pri­oritas," tuturnya. Perlambatan bisnis tekstil juga terpengaruh banyaknya arus impor barang yang menguasai 40 persen pasar domestik. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA