“Ini untuk pertama kalinya diÂlakukan untuk kenÂdaraan jenis truk di Indonesia. SebeÂlumnya pernah dilakukan uji coba serupa di Badak, tetapi untuk kendaraan jenis bus. Uji coba LNG untuk kendaraan bus itu juga pertama kali di KaÂwasan Asean,†ujar Direktur PemasarÂan Pertamina Hanung Budya saat meresmikan uji coba terÂsebut di Terminal BBM PerÂtamina, Balikpapan, Kaltim.
Menurut Hanung, uji coba penggunaan LNG untuk kenÂdaÂraan itu juga sedang dilakuÂkan terÂÂhadap peralatan tambang milik peÂrusahaan tambang PT IndoÂminÂco Mandiri dan PT Berau Coal.
Konversi dari BBM ke BBG ini, ujar Hanung, memang haÂrus dilakukan. Karena ke depan produksi BBM akan selalu teÂkor dan akibatnya Indonesia harus selalu impor. “Ini adalah produk gas ketiga, LNG, dan belum banyak negara melaÂkukan. ASEAN kita pelopornya dan kita sangat serius melakuÂkan ini (konÂversi-red),†tegas Hanung.
Berdasarkan data yang diÂmiÂliki Pertamina, jumlah kenÂdaÂraan truk angkutan berat dan bis yang beroperasi saat ini berÂkisar antara 1,5 juta hingga 1,6 juta unit. Jika dari jumlah total itu diÂasumsikan hanya 500 ribu unit truk, bus, dan angkutan barang lainnya diikutkan dalam program konversi BBM ke gas atau LNG, maka dia optimistis, IndoÂnesia mampu melaÂkukan pengÂheÂmatan BBM subsidi.
“MisalÂnya kita asumsikan yang diÂkonversikan itu adalah 100 liter BBM jenis solar per hari per kendaraan, maka itu akan meÂnimÂbulkan pengheÂmaÂtan,†ujarÂnya.
Dikatakan, nilai keekonomiÂan solar saat ini Rp 12.000 per liter. Sedangkan satu liter solar sama dengan 1,68 liter LNG. Harga LNG sekitar 11 dolar AS per milion metric british therÂmal unit (MMbtu) dari lapangÂan Badak. Ditambah ongkos angkut, maka harga eceran LNG di Jawa akan berkisar di angka Rp 8.000 per liter. ***