“Kalau dibilang persiapan, sebetulnya sudah telat. Tapi kemungkinan masih bisa diÂmakÂsimalkan,†ujar pengamat ekonomi Sri Adiningsih di Jakarta, kemarin.
Menurut Sri, daya saing sumÂber daya manusia (SDM) Indonesia masih kalah dibanÂdingkan negara tetangganya. Dia bilang, 50 persen pekerja di Indonesia hanya lulusan SeÂkolah Dasar, 90 persen pekerja tidak pernah ikut pelatihan.
“Bahkan berdasarkan, data dari
Human Development InÂdex (HDI) kita kalah dari MaÂlaysia, Singapura bahkan dari Filipina. Sudah pasti peÂkerja pekerja asing ini akan memÂbanjiri Indonesia,†katanya.
Karena itu, kata dia, peÂmeÂrintah harus memberikan peÂlatihan dan sertifikasi para peÂkerja di dalam negeri. Saat ini peÂmerintah terlalu terlena deÂngan terus meneÂrus meÂngiÂrim Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke berbagai negara tanpa dibeÂkali dengan kemampuan. “Dan yang lebih aneh lagi pemerintah bangga dengan itu,†papar Sri.
Pada 2015 nanti, kata dia, ribuan tenaga kerja dari FiliÂpina akan masuk dan meÂnyerbu pasar kerja di tanah air khususnya untuk level tenaga kerja di kelas menengah. Ini yang harus diwaspadai. KonÂdisi tersebut, sudah terjadi di Singapura dan Dubai.
Di kedua negara tersebut, tenaga kerja asal Filipina, telah mendominasi dunia kerja kelas menengah. Bahkan mereka sudah banyak yang mulai beÂkerja di Australia. Apalagi biaya upahnya pun relatif lebih murah.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta Eddy Kuntadi mengingatkan, pentingnya peningkatan daya saing untuk produk-produk Indonesia dalam menghadapi pasar bebas ASEAN.
“Untuk AEC yang paling penting itu bagaimana kita meningkatkan daya saing, karena persoalan besar yang kita hadapi adalah daya saing masih lemah,†katanya.
Eddy mengatakan, peran dunia swasta dan pemerintah sangat penting untuk meningÂkatkan daya saing Indonesia, karena keduanya sangat berÂkaitan agar swasta lebih efektif untuk meningkatkan kinerja.
“Peran swasta adalah untuk mengefektifkan daya saing agar kuat, namun itu harus didukung oleh pemerintah, jika tidak diÂdukung maka sulit,†katanya.
Selain itu, lanjut Eddy, salah satu kelemahan lainnya adalah kurangnya sosialisasi untuk AEC yang akan mulai diberÂlakukan pada akhir 2015 nanti, dimana Malaysia sudah meÂlakukan sosialisasi sampai pada dunia pendidikan.
Direktur Jenderal StanÂdaÂrisasi dan Perlindungan KonÂsumen Kemendag Widodo mengaku, pihaknya terus menÂdorong peningkatan kualitas produk. Sehingga, klaimnya, Indonesia bisa lebih kuat daÂlam menghadapi MEA 2015.
Pemerintah, kata dia, telah menerbitkan Instruksi PreÂsiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2009 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri dalam Pengadaan Barang/Jasa PemeÂrintah. ***