Kepala Pusat komunikasi PubÂlik Kemenperin Hartono mengaÂtakan, salah satu tujuan penerÂbitan aturan tersebut untuk memÂberikan perlindungan kepada konsumen.
Dengan terbitnya aturan terÂsebut, produsen atau importir kopi instan wajib menerapkan ketentuan SNI dengan memiliki sertifikat produk penggunaan tanda (SPPT SNI) dan tanda SNI pada setiap bentuk kemasan produknya.
Kopi instan yang dimaksud adaÂlah kopi dalam bentuk kemaÂsan ritel dan bentuk curah, kopi instan murni dan tanpa campuran bahan lain, termasuk kopi instan dekafein.
“Ada pengecualian. Aturan ini tidak berlaku bagi kopi yang digunakan sebagai bahan baku atau penolong serta kopi instan yang digunakan sebagai contoh uji penelitian,†ujarnya.
Hartono menegaskan, dalam aturan itu kopi instan produksi dalam negeri yang tidak meÂmenuhi ketentuan SNI harus ditarik dari peredaran dan dimusÂnahkan oleh produsen yang berÂsangÂkutan. Sementara kopi instan impor yang tidak memenuhi ketenÂtuan harus direekspor oleh importir yang bersangkutan atau diseÂlesaikan berdasarkan ketenÂtuan peraturan perundang-undangan.
Ketua Umum Gabungan EkÂsportir Kopi Indonesia Hutama Gandhi mengatakan, gangguan cuaca ekstrem membuat produksi turun hingga 15 persen. Tahun lalu produksi kopi nasional mencapai 700 ribu ton, tahun ini targetnya hanya 625 ribu ton.
Dia memperkirakan, tahun depan produksi kopi masih akan merosot lagi. Merosotnya proÂdukÂsi karena dampak kekeringan. Saat ini produksi kopi Indonesia hanya menyumbang 5 persen atau 420 ribu ton dari konsumsi kopi dunia sebanyak 8,4 juta ton.
Kendati kecil, lanjut Hutama, Indonesia masih menjadi negara penyumbang kopi terbesar ketiga di dunia setelah Brasil dan Vietnam. Brasil menempati posisi puncak dengan total produksi mencapai 3 juta ton per tahun.
Untuk diketahui, kopi IndoÂnesia khususnya jenis arabika masih menjadi nomor satu di dunia. Hal itu terbukti dari harga jual kopi arabika Jawa dan Sumatera mencapai 100 dolar AS per kilogram untuk jenis preÂmium. ***