Dalam kunjungan itu Komnas HAM menggelar pertemuan dengan para bupati seluruh wilayah Lombok, mulai dari Lombok Tengah, Lombok Timur, Lombok Utara, sampai Lombok Barat. Hadir juga dalam pertemuan yang digelar di kantor Bupati Lombok Tengah di Praya yakni Rektor Universitas Mataram Prof. Ir. H. Sunarfi, Direktur RRI NTB Amin Maladi, dan Kepala Dinas Perkebunan Provinsi NTB Chusnul Fauzi. Pertemuan bertepatan dengan peringatan hari jadi ke-69 Lombok Tengah. Usai pertemuan dengan pimpinan daerah, Siti Noor kemudian berdialog dengan ratusan petani tembakau di NTB.
Siti Noor mengemukakan, kunjungan ini merupakan agenda penting sebagai respon dan tindak lanjut atas pengaduan perwakilan petani tembakau pada hari HAM 10 Desember 2013 lalu. Menurut Siti Noor, para petani berharap perlindungan hak dari pemerintah. Berbagai regulasi pemerintah dalam pengendalian tembakau dianggap mengancam kelangsungan hidup mereka.
"Rencana pemerintah melakukan aksesi FCTC (framework convention on tobacco control) dianggap akan berdampak buruk bagi hak hidup warga dan berpotensi mengabaikan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya (ekosob)," beber Laila, begitu disapanya, melalui keterangan tertulis yang diterima redaksi, Kamis (16/10).
Komnas HAM, jelas Laila, berkomitmen bahwa dalam menegakkan dan memajukan hak-hak tertentu, misal hak kesehatan publik, tidak bisa mengabaikan apalagi mengorbankan hak fundamental seperti hak ekonomi, sosial dan budaya dari masyarakat tertentu.
"Sejauh mana dampak terhadap petani khususnya adanya indikasi pelanggaran hak sehingga upaya perlindungan dan pemenuhan hak ekosob menjadi hilang akan kita kaji dan dalami, salah satu pintu masuknya adalah melalui dialog dan turun langsung ke lapangan ini," tambahnya.
Sahminudin selaku ketua Aliansi Petani Tembakau (APTI) mengatakan, Provinsi NTB sebagai salah satu penghasil tembakau nasional memiliki total areal lahan seluas 59 ribu hektar dan produksi rata-rata 35-55 ribu ton per tahun. Dari postur itu, sebanyak 250 ribu petani yang menggantungkan hidup dari menanam tembakau.
"Jumlah itu selalu menyusut setiap tahun akibat regulasi pemerintah yang tidak menguntungkan petani karena doktrin pengendalian dampak kesehatan," terangnya.
Sementara lahan di Lombok yang sangat tandus dan kering tidak memungkinkan ditanam komoditas pertanian lain, apalagi bila dikaitkan dengan nilai tambah ekonomi. Menurut dia, tidak ada komoditas partanian lain yang mempunyai nilai tambah ekonomi tinggi menyamai tembakau.
Kehadiran Komnas HAM ini diharapkan dapat memberi masukan yang sebenarnya dengan mengeluarkan rekomendasi atau sikap lembaga mengenai aksesi FCTC dalam sudut pandang dan dimensi HAM, khususnya dampaknya terhadap dalam pemenuhan hak ekonomi, sosial dan budaya (ekosob).
"Jangan sampai FCTC diaksesi atau diratifikasi, terus masyarakat kami hilang pendapatan dan jatuh miskin," kata Wakil Bupati Lombok Tengah, Lalu Normal Susana.
[wid]
BERITA TERKAIT: