Tarif Listrik Rumah Tangga 900 VA Mau Digenjot, Awasi Kinerja PLN

Subsidi Listrik Cuma Rp 68,69 Triliun

Senin, 22 September 2014, 07:19 WIB
Tarif Listrik Rumah Tangga 900 VA Mau Digenjot, Awasi Kinerja PLN
tarif dasar listrik (TDL)
rmol news logo Selain rencana kenaikan BBM, industri dan masyarakat bakal dihantui lagi oleh kenaikan tarif dasar listrik (TDL) tahun depan. Pasalnya, subsidi listrik yang ditetapkan pemerintah untuk tahun 2015 lebih rendah dibanding tahun ini.

Dalam rapat kerja dengan Ko­misi VII DPR pekan lalu, pe­me­rintah dan DPR sepakat mene­tapkan subsidi listrik ta­hun depan Rp 68,69 triliun. Ang­ka ini turun jauh dibanding sub­sidi listrik ta­hun ini yang men­capai Rp 103,8 triliun. La­lu, apakah tahun depan bakal ada kenaikan TDL lagi?

Dirjen Ketenagalistrikan Ke­men­terian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jarman bu­ru-buru membantahnya. Dia hanya mengatakan, pemerintah be­lum memiliki rencana me­naik­kan tarif listrik tahun depan. Hal itu bisa dilihat dari tidak adanya usulan kenaikan tarif dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2015.

“Kayaknya begitu, nggak ada,” ujar Jarman.

Kendati begitu, dia mengakui tahun depan pemerintah beren­cana menerapkan penyesuaian tarif listrik kepada enam golo­ngan yang subsidi listriknya sudah dicabut. Keenam golongan itu, Industri I3 non terbuka (Tbk), pelanggan rumah tangga R3 dengan 3.500-5500 Volt Ampere (VA), pelanggan pemerintah (P2) dengan daya di atas 200 KV, golongan Rumah Tangga (R1) dengan daya 2.200 VA, golongan pelanggan penerangan Jalan Umum (P3) dan golongan pe­langgan Rumah Tangga (R1) dengan daya 1.300 V.

Menurut Jarman, besaran subsidi listrik diperoleh dari perhitungan asumsi harga BBM sebesar Rp 11.900 per liter, de­ngan Indonesia Crude Price (ICP) sebesar 105 dolar AS per barel.

“Dari Rp 68,69 triliun itu se­banyak 86,8 persennya di­pe­run­tukkan bagi pelanggan Rumah Tangga R1 450 Volt Ampere (VA) dan 900 VA. Jumlahnya sekitar Rp 58,2 triliun,” terangnya.

Kepala Badan Kebijakan Fis­kal Kementerian Keuangan (Ke­menkeu) Andin Hadiyanto me­ngatakan, saat ini yang masih mendapat subsidi dari pemerintah adalah pelanggan di bawah 900 VA. Sedangkan yang lainnya su­dah tidak lagi disubsidi.

Dalam catatan Andin, pelang­gan listrik 450-900 VA tidak pernah mengalami kenaikan TDL selama 10-11 tahun. Pa­dahal da­lam aturan, tidak ada larangan untuk menyesuaikan harga bagi rumah tangga golo­ngan tersebut.

“Tidak ada yang bilang tidak boleh naik (pelanggan 450-900 VA). Kalau harga 100, dia cuma bayar 30 misalnya, itu kan terlalu sedikit. Subsidi harusnya nggak lebih dari 50 persen. Kalau lebih namanya bukan subsidi,” tegas dia.

Namun, dia sendiri tidak mau memberikan kepastian apakah tahun depan bakal ada kenaikan untuk golongan rumah tangga 900 VA ke bawah.

Direktur Utama PLN Nur Pamudji meminta subsidi listrik diberikan kepada pelanggan yang berhak mendapatkannya. Se­dang­kan untuk perusahaan, pe­merintah tidak lagi memberikan subsidi.

Nur menilai, subsidi yang dibe­rikan kepada perseroan saat ini tidak tepat. “Saya meng­inginkan ini bisa direalisasikan tahun dapan. Ada hal yang ingin kami capai, supaya masyarakat bisa berhemat,” tukasnya.

Menurut dia, subsidi listrik lebih tepat diberikan langsung kepada pelanggan PLN yang berhak yakni pengguna daya 450 VA dan 900 VA. Dalam penya­lurannya, pemerintah bisa meng­gunakan data base yang dimiliki PLN. Dengan cara ini maka ma­syarakat bisa berhemat.

Pengamat energi Fabby Tumi­wa mengatakan, penurunan subsidi listrik secara drastis akan mengakibatkan beban biaya kala­ngan industri semakin me­ning­kat. Dengan adanya pene­rapan peru­bahan, otomatis enam go­longan pelanggan yang sudah ti­dak disubsidi akan kena batunya.

Menurut Fabby, dengan adanya penurunan subsidi, maka industri dan golongan rumah tangga di atas 900 VA harus siap-siap dengan perubahan tarif listrik. Namun, dia meminta pemerintah harus mengawasi kinerja keuangan PLN.

Pasalnya, dengan penurunan subsidi tersebut jangan sampai keuangan perusahaan pelat merah itu memburuk. Selain itu, perlu ada mekanisme pengendalian biaya pokok produksi (BPP) PLN oleh pemerintah.

Pengurus Harian Yayasan Lem­baga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai pemerintah gagal melindungi konsumen bawah.

Menurut Tulus, dampak pe­ngu­rangan subsidi ini justru mengenai konsumen bawah serta Usaha Mikro Kecil dan Me­nengah (UMKM).

“Skema pemerintah itu lebih bersifat politis ketimbang skema berkeadilan sosial sehingga terlihat sangat tidak fair,” ujar­nya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA