Industri Kecil Ngarep Dapat Subsidi SVLK Dari Pemerintah

Produk Kayu & Rotan Diklaim Mampu Bersaing Di AEC

Jumat, 22 Agustus 2014, 09:24 WIB
Industri Kecil Ngarep Dapat Subsidi SVLK Dari Pemerintah
ilustrasi
rmol news logo Pemerintah mengklaim industri produk kayu dan rotan bisa bersaing dalam ASEAN Economic Community (AEC) tahun depan. Namun, bahan baku masih menjadi salah satu faktor kendala.

“Dari segi talenta dan desain sudah bisa bersaing dalam AEC,” ujar Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Panggah Susanto di Jakarta, kemarin.

Namun, sambung dia, ada persoalan yang masih membebani industri. Salah satunya soal bahan baku. Karena itu, perlu diperhatikan apakah bahan baku kayu saat ini masih mencukupi atau tidak. “Jika mulai berkurang maka perlu diadakan,” katanya.

Selain itu, pemerintah terus mendorong restrukturisasi program permesinannya agar industri furniture ini bisa lebih cepat dan bagus serta tidak menggunakan teknologi tradisional. Untuk itu, pemerintah perlu memberikan bantuan mesin pengeringan kayu.

Dengan adanya restrukturisasi permesinan ini, Panggah berharap industri kayu dan rotan bisa meningkatkan daya saingnya.

Terkait penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), Panggah mengatakan, kebijakan itu sangat penting bagi industri kayu untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia serius menjaga dan memperbaiki hutan lestari.

Namun dia mengakui, Industri Kecil dan Menengah (IKM) mengalami kesulitan untuk prosedur kebijakan tersebut. Untuk itu, dia berharap ada prioritas dalam kebijakan SVLK itu.

Misalnya, kebijakan itu diwajibkan dulu untuk para pengolah kayu di hulu dan distributornya. Dengan hulunya sudah memiliki SVLK, secara otomatis industri yang mengambil bahkan baku sudah beli kayu bersertifikat resmi. “Setelah hulu selesai, baru ke industri kecilnya. Tapi harus bertahap,” jelasnya.

Karena itu, Panggah mengklaim pemerintah memberikan bantuan untuk SVLK bagi IKM. Biaya SVLK yang mencapai Rp 20-30 juta dan dengan jumlah IKM yang ada bisa mencapai Rp 200-300 miliar. Karena itu, perlu ada prioritas.

Sekjen Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (AMKRI) Abdul Sobur mengatakan, untuk SVLK sebaiknya pemerintah memberikan subsidi kepada industri agar bisa memperoleh sertifikat tersebut. Jika anggaran sertifikasi yang besar itu dibebankan kepada industri kecil tentu akan memberatkan.

“Kami hitung dengan jumlah subsidi yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk subsidi SVLK ini hanya Rp 200 miliar saja,” ucap Sobur.

Dia mengaku, tahun depan industri produk kayu dan rotan belum perlu SVLK. Jika pemerintah memaksakan pemberlakukan kebijakan tersebut, maka industri kayu akan rontok.

Selain itu, Sobur mengeluhkan masih banyaknya kegiatan ekspor ilegal bahan baku rotan. Saat ini jumlah ekspor ilegal rotan yang per bulannya mencapai 1.000 ton. Jika dihitung secara konteks barang mentah, nilai kerugian tersebut sedikit.

Tapi jika sudah jadi barang, nilainya lebih besar lagi. “Pemerintah harus serius mengatasi masalah ini. Apalagi industri kerajinan rotan di Cirebon masih kekurangan bahan baku,” tandasnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA