Ketua Working Group Kebijakan Pertambangan Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Budi Santoso mengatakan, rencana pemerintah menertibkan pelabuhan untuk transportasi batubara harus mempertimbangkan berbagai aspek.
Pertama, pemerintah harus melihat apakah pelabuhan yang ada memiliki izin atau tidak. Kedua, apakah ekspor itu sendiri atau umum. Ketiga, harus dikaitkan dengan biaya
shipping-nya.
Budi menjelaskan, penertiban pelabuhan ekspor batubara harus mempertimbangkan ketiga aspek itu terlebih dahulu. Jika tidak, akan merugikan perusahaan tambang.
“Tanpa mempertimbangkan biaya yang muncul untuk pengapalan akan merugikan perusahaan tambang itu sendiri,†ujarnya.
Budi menyarankan, sebaiknya pemerintah lebih meningkatkan pengawasan ketimbang buru-buru membuat pelabuhan khusus batubara. “Mekanisme pengawasan dan pemantauan yang harus lebih ditingkatkan,†katanya.
Sekretaris Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Paul Lubis menyatakan, sejumlah instrumen bakal dipakai pemerintah dalam penataan distribusi batubara.
Penataan itu, lanjut Paul, mulai dari mulut tambang hingga di pelabuhan nantinya secara
online akan terdata. “Dengan begini bisa meminimalisir aksi penyimpangan. Di China saja semuanya sudah
online,†kata Paul.
Paul menjelaskan, setiap batubara yang keluar dari tambang akan didata kemudian dimasukkan ke sistem
online yang terintegrasi. Data ini akan dicocokkan dengan jumlah batubara yang akan diekspor melalui pelabuhan. Dengan begitu, kuota batubara akan diketahui secara pasti.
Dia mengatakan, nantinya akan ada pelabuhan khusus bagi kegiatan ekspor batubara. Rencana-nya ada 14 pelabuhan batubara yang bakal ditetapkan pemerintah. Sistem ini diharapkan mampu menekan aksi ekspor batubara ilegal sehingga meningkatkan pendapatan negara.
“Adapun 14 pelabuhan yang direncanakan menjadi pelabuhan utama masing-masing terdapat 7 pelabuhan di Kalimantan dan Sumatera,†terang Paul.
Untuk wilayah Kalimantan akan mencakup Kalimantan Timur, Balikpapan Bay, Adang Bay, Berau dan Maliy, Kalimantan Selatan, Tobaneo, Pulau Laut, Sungai Danau dan Batu Licin. Sedangkan untuk Sumatera mencakup Aceh, Padang Bay, Riau Bay, Jambi Bay, Bengkulu Port, Tanjung Api-Api dan Tarahan.
“Selama ini kan lalulintas batubara belum sepenuhnya terkontrol. Melalui penataan ini, maka secara
online bisa diketahui berapa kuota yang diekspor,†ungkap Paul.
Instrumen lain, lanjut Paul, yakni penataan kegiatan ekspor batubara melalui penerbitan status Eksportir Terdaftar (ET). Kementerian ESDM sebagai pihak yang memberi rekomendasi ET ke Kementerian Perdagangan. ***