Syarat RFP PLTU Mulut Tambang Pengaruhi Pendapatan PLN

Senin, 11 Agustus 2014, 10:56 WIB
Syarat RFP PLTU Mulut Tambang Pengaruhi Pendapatan PLN
ilustrasi
rmol news logo PLN tengah melakukan lelang pembangunan PLTU Mulut Tambang Sumsel 9 berkapasitas 2x600 MW dan 10 dengan daya 1x600 MW atau total 1.800 MW.

Proyek yang disebut ‘Sumsel 9 & 10 Mine Mouth Coal Fired Power Plants’ dengan skema kerja sama pemerintah dan swasta (KPS) atau Public Private Partnership  tersebut diperkirakan menelan investasi tiga miliar dolar AS.

Direktur Manajemen Bisnis dan Risiko PLN Murtaqi Syamsuddin mengatakan, PLTU berkapasitas 2x300 MW itu memakai pola kemitraan melalui mekanisme independent power producer (IPP). Kami akan undang investor baik dalam maupun luar negeri pada 30 April ini, tuturnya.

Menurut dia, pola yang digunakan adalah build, own, operate, and transfer (BOOT) yakni pemenang tender akan menandatangani kerja sama dengan PLN selama 25 tahun. Setelah kerja sama berakhir maka aset pembangkit akan ditransfer ke PLN. Peserta tender adalah konsorsium yang terdiri paling banyak empat perusahaan dan salah satunya harus sudah memiliki izin usaha pertambangan yang masih berlaku minimum 10 tahun ke depan.

Pihak PLN berharap pemenang tender proyek PLTU Sumsel 9 dan 10 bisa diketahui tahun ini, proyek dilakukan berbarengan dengan pembangunan kabel transmisi tegangan tinggi arus searah (high voltage direct current/HVDC) 500 kV yang menghubungkan Sumsel hingga Jawa.

Saat ini, proyek yang sudah memasuki tahap prakualifikasi tender sejak 2012 tersebut belum juga selesai. Pasalnya, persyaratan dalam penyediaan batubara yang tertuang dalam dokumen Request for Proposal (RFP) PLN tertanggal 1 Agustus 2013 telah mengalami perubahan substansi materi dan tidak sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang telah dikeluarkan dalam proses prakualifikasi yang telah dilakukan.

Dokumen RFP itu telah secara jelas mengurangi dan membatasi unsur kompetisi dan kredibilitas proses tender tersebut. Ketentuan pembatasan kalori batubara menjadi di bawah 3.000 kilokalori per kilogram (Kg) yang diatur dalam RFP itu. Padahal, perubahan tersebut berpotensi merugikan PLN sebb harga listrik jadi tak kompetitif dan harga EPC proyek yang tinggi.

Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jarman mengatakan, pemerintah tidak memiliki kewenangan menetapkan kadar batubara PLTU mulut tambang.  “Sesuai Permen ESDM-nya, pemerintah tidak memiliki kewenangan. Kadar tergantung PLN,” katanya.

Ketua Tim Auditor atau Wakil Penanggung Jawab BPK Arief Senjaya   mempertanyakan kesungguhan Kementerian ESDM mengevaluasi dan menyelaraskan  kebijakan penentuan kalori batubara PLTU Mulut Tambang dengan dasar hukumnya. Utamanya berkaitan dengan keselarasan dengan Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 10/2014 tentang Tata Cara Penyediaan dan Penetapan Harga Batubara Untuk Pembangkit Listrik Mulut Tambang.  ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA