Sebenarnya, tidak hanya pasokan BBM subsidi untuk perkebunan dan nelayan saja yang dibatasi tapi juga pasokan BBM di jalan tol yang berjumlah 29 unit.
Namun, pembatasan di jalan tol ini, mudah untuk diakali oleh kalangan konsumen. Yakni, dengan mengisi premium atau solar di SPBU sebelum masuk ke jalan tol.
Fenomena tersebut sebenarnya juga disadari oleh Pertamina. Corporate Secretray Pertamina Ali Mundakir yang menyatakan,â€Perubahan pola konsumsi ini tidak bisa disalahkan. Selama masih ada yang murah, maka masyarakat sah-sah saja mencari SPBU yang pasokannya tak dibatasi. Apalagi, hal ini juga tak melanggar hukum.â€
Bagi pemerintah, upaya antisipasi agar kuota BBM bersubsidi yang menjadi beban anggaran negara tahun ini tidak membengkak. Jika tidak diantisipasi, dikhawatirkan hingga akhir tahun kebutuhan BBM bersubsidi terus melambung hingga mengganggu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Tahun ini, pemerintah mengajukan kuota 48 juta KL, tapi DPR hanya meluluskan 46 juta KL saja. Sehingga, pemerintah harus mencari akal agar kuota 46 juta KL tersebut bisa sampai akhir tahun.
Kebijakan ini sebenarnya makin memprihatinkan ketika ditentang justru pihak pemerintah sendiri. Padahal, BPH Migas juga merupakan salah institusi negara yang mengawasi pasokan BBM subsidi nasional. Menperin MS Hidayat misalnya meminta agar aturan tersebut ditinjauulang. Pernyataan berbeda disampaikan oleh Menteri Keuangan Chatib Basri dan Menteri ESDM Jero Wacik. Persoalannya pemerintah tidak pernah serius dan konsekuen dalam membuat kebijakan energi khususnya dalam mengurangi penggunaan BBM subsidi. Lihat saja, rencana pelaksanaan Program pemasangan
Radio Frequency Identification (RFID) yang tidak pernah lagi terdenga gaungnya.
Kemudian, kebijakan konversi gas ke BBM juga tidak jelas rimbanya. Faktanya adalah pembangunan infrastruktur gas sangatlah minim. Stasiun pelayanan BBG sangat minim. Bahkan, gerakan penggunaan gas seperti melengkapi alat
converter kit oleh mobil-mobil pemerintah serta BUMN juga mati suri.
Kemudian kebijakan penggunaan biofuel. Mestinya, pemerintah mentargetkan konversi penggunaan solar ke biodisel dari 10 persen menjadi 20 hingga 30 persen. Ini penting mengingat Indonesia sebagai negara yang memiliki produksi Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia. Brazil berhasil menekan 50 persen penggunaan BBM subsidi dengan biofuel.
Karena itu, jika masyarakat berharap pada pemerintahan Jokowi-JK agar mampu sosok anggota tim ekonominya. Mereka mesti memiliki komitmen dalam mengelola energi secara transparan dan terbuka khususnya dalam mengurangi BBM. Bukan sekedar pandai menaikkan harga BBM. Jika Jokowi-JK tidak mampu melakukan hal ini, maka melambungnya beban BBM subsidi tentu bisa menjadi “bom waktu†bagi pemerintahan baru. ***