Menko Perekonomian Chairul Tandjung yang akrab disapa CT menegaskan, sebelum menaikkan harga gas elpiji 12 kg, Pertamina harus melapor terlebih dahulu ke pemerintah. “Dia harus lapor dulu ke pemerintah dan rapat,†tegasnya.
CT menegaskan, hingga kini pemerintah dan Pertamina belum melakukan pembicaraan tentang rencana menaikkan harga elpiji non subsidi 12 kg. “Belum ada pembahasan,†ujarnya.
Vice President Elpiji dan Gas Product Pertamina Gigih Wahyu Irianto mengatakan, perseroan bakal mengalami kerugian hingga Rp 6 triliun jika harga elpiji 12 kg tidak naik lagi tahun ini.
Menurutnya, meski perseroan telah melakukan kenaikan harga elpiji 12 kg pada awal 2014 sebesar Rp 1000 per kg tetapi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang energi itu masih mengalami kerugian akibat adanya disparitas antara biaya produksi dan harga jual elpiji 12 kg.
Selain itu, kerugian yang ditanggung Pertamina kian besar karena adanya pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang telah mendongkrak biaya pembelian bahan baku elpiji. “Jika ditotal sampai akhir tahun kerugiannya Rp 6 triliun,†ujarnya.
Untuk mengurangi kerugian, Pertamina berniat untuk kembali menaikkan harga tahun ini. Perusahaan energi pelat merah tersebut sudah melayangkan surat pemberitahuan ke pemerintah. “Inspirasi (kenaikan) ada tahun ini. Kami sudah kirim surat,†ungkapnya.
Dia mengatakan, sebenarnya berdasarkan Undang-Undang Pertamina tidak perlu izin pemerintah untuk menaikkan harga elpiji 12 kg. Alasannya, elpiji 12 kg merupakan komoditas yang tidak disubsidi pemerintah.
Sebelumnya, Pertamina ingin menaikan harga pada 1 Juli 2014, harga elpiji 12 kg naik Rp 1.000 per kg. Setelah 1 Juli 2014, kenaikan bertahap sebesar Rp 1.500 per kg pada 1 Januari 2015 dan Rp 1.500 per kg mulai 1 Juli 2015.
Selanjutnya, pada 1 Januari 2016, harga elpiji akan naik lagi Rp 1.500 per kg. Sedangkan pada 1 Juli 2016, elpiji naik Rp 1.500 per kg dan diperkirakan harga elpiji 12 kg di tingkat konsumen sudah mencapai Rp 180.000 per tabung atau sesuai dengan harga keekonomisan.
Dalam laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) disebutkan Pertamina mengalami kerugian sebesar Rp 7,73 triliun pada periode 2011 hingga Oktober 2012. Kerugian itu disebabkan bisnis elpiji 12 kg dan 50 kg selama 2011 hingga Oktober 2012.
Hal tersebut mengakibatkan kontinuitas pendistribusian elpiji jangka panjang akan terganggu, kemampuan finansial Pertamina dalam jangka panjang akan menurun. Selain itu, Pertamina berpotensi tidak akan mampu melakukan kegiatan perawatan baik atas sarana dan fasilitas pendistribusian LPG yang dimiliki sehingga dalam jangka panjang kualitas elpiji maupun sarana pendukungnya tidak akan dapat dipertahankan.
Selain itu, pemerintah kehilangan kesempatan untuk memperoleh dividen dari Pertamina yang lebih besar akibat kerugian yang diderita dari bisnis elpiji non subsidi. Hal tersebut disebabkan penetapan harga jual LPG Non PSO khususnya 12 kg yang lebih rendah daripada harga penyediaannya. ***